Setelah trend normcore, dadcore (dad’s hat, chunky sneakers) dan blokecore (jersey bola), muncul lagi sebuah “trend†fashion yang tanpa kalian sadari sudah sporadis. Memang trend ini sudah ramai diluar sana. Jika kamu sering memakai atau memiliki jaket nuptse puffer North Face, kaos Carhartt, Patagonia X-fleece jacket, botol minum Nalgene dan sepatu Salomon, kamu adalah salah satu Gorp Core enthusiast yang akan kita bahas disini. Ketika Jason Chen pertama kali menyebut kata “gorpcore†di media The Cut pada tahun 2017, dia tidak menciptakan estetika fashion baru, tetapi melabeli sesuatu yang sudah banyak dipakai orang-orang (dengan atau tanpa disadari) dan mereka yang memakai nya pun tidak bisa mendeskripsikannya dengan mudah.
Gorpcore dinamakan dari “Good Ol’ Raisins and Peanuts (G.O.R.P.)â€, yang berarti kismis dan kacang tanah yang enak. Kismis dan kacang adalah trail mix yang biasa dimakan dan dibawa para hiking & outdoor enthusiast saat mendaki gunung, hiking atau camping. Karena praktis, mengenyangkan dan enak, term GORP ini sudah sering menjadi satu kalimat dengan sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas outdoor di Amerika. Gorpcore ini adalah sebuah style fashion yang berfokus pada penggunaan gear-gear yang terinspirasi oleh aktivitas outdoor dan mempunyai fungsi utiltas yang baik. Gorpcore sendiri berada diluar fashion style normcore dan techwear, dan beberapa brand gorpcore sendiri (diluar TNF atau Patagonia) bahkan belum menjadi mainstream.
Estetika fashion gorpcore sendiri adalah palet warna yang colorful dan cenderung mencolok, sebagaimana camping gear pada umumnya: oranye, hijau, ungu, biru sampai pink. Mungkin beberapa colorways nya terinspirasi dari warna hijau hutan, air biru sampai bunga-bunga terang dan gradasi sunset yang indah. Brand ACG dari Nike mungkin lebih ke arah earth tone. Tidak seperti techwear yang lebih fit, fashion gorpcore lebih berbicara volume: celana yang lebar, jaket fleece yang oversized, dan apapun yang nyaman untuk bergerak bebas di luar ruangan, apakah itu hiking, mancing, memanjat tebing sampai camping. Layering juga menjadi ciri khas gorpcore, seperti menggunakan nuptse puffer jacket TNF dengan zip terbuka dan memakai fleece didalamnya, yang tentunya tidak cocok di iklim Indonesia yang tropis (kecuali kamu sedang benar-benar hiking di gunung Bromo misalnya). Logo-logo brand gorpcore pun berperan penting, lihat saja logo Patagonia, The North Face, Montbell, Columbia bahkan sampai Snow Peak, Nike ACG, Adidas Terrex dan Arc’teryx gampang dikenali dan terlihat sangat kuat design nya.
Dari partnership Gucci dengan The North Face, collab Salomon dengan COMME des GARCONS, sampai brand ski Italia seperti Moncler juga sudah memasuki ranah dan trend gorpcore. Dari puffer dress Moncler yang di design Pierpaolo Piccioli untuk koleksi autumn/winter 2019, sampai spring.summer 2021 JW Anderson yang mengeluarkan koleksi sebagai tribute dengan tema laut. Dan tentunya kolaborasi epik dari The North Face dengan Maison Margiela untuk koleksi autumn/winter 2020. Seri MM6 ini menghadirkan presisi dan fungsionalitas design ciri khas TNF dengan konsep out-of-the-box nya Margiela, tanpa menghilangkan ciri khas siluet-siluet basic nya TNF di “reissue†di koleksi ini. Dari Frank Ocean yang terlihat menggunakan Mammut puffer dan beanie Arc’teryx, Rihanna dan Bella Hadid yang memakai sepatu Salomon S/Lab XT-6, Hailey Bieber yang memakai jaket denali TNF X Margiela, tentunya popularitas gorpcore ini sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Popularitas brand-brand nya pun semakin meningkat, sebut saja The North Face, Patagonia, Nike ACG, Snow Peak (Jepang) sampai pendatang baru Hoka One One. Tidak perlu menjadi hikers atau pendaki gunung (walaupun itu lebih baik hehe) untuk memakai style gorpcore. Sudah saatnya menormalisasikan memakai puffer jacket, sepatu trail running dan double-layering, bahkan saat pergi ke warteg atau commute ke kantor sekalipun.
Words by Aldy Kusumah