Untuk departemen post-rock, jika Kanada memiliki Godspeed You! Black Emperor, maka Flukeminimix adalah jawaban dari Bandung. Unit eksperimental rock ini baru saja mengeluarkan album ketiga yang sangat menarik dan tentunya tetap niche dan eksperimental dari segi sonik dan konsep. Mari berbincang dengan para personilnya mengenai efek Big Muff, rekaman di Bosscha, dan Neurosis..
Halo apa kabar Flukeminimix? Bisa ceritakan sedikit ga perbedaan “Pulsating Star”, “Between Spaces Into Space” dan “The Unsound of Partial Edges”?
Dinar: Karena saya baru gabung pas album sekarang, dan berangkat dari fanboy mereka kayaknya yang paling kentara perbedaan nya itu output sound (yang dulu) sama yang album terakhir ini lebih dark dan gloomy kali ya.
Farris: Halo, baik pak Aldy. Kalo perbedaan untuk ketiga album itu “Pulsating Star” yang paling berbeda dikarenakan narasi dan proses nya yang memang “Pulsating Star” membawa narasi data “Bintang Mati” dari Bosscha dan kolaborasi bersama Bosscha dan Gustaff H. Iskandar.
Untuk “Between Spaces into Space” & “The Unsound of Partial Edges” album yang sekarang ini mungkin penggarapan secara sound nya cukup berbeda yang dimana album Between ada sedikit unsur melancholy, di album sekarang ini secara vocabulary sound lebih “keras” bisa dibilang. tapi tetap membawa narasi kontemplatif secara spiritual, sosial maupun personal di tiap judul lagu nya.
Rangga: “Pulsating Star” dari segi sound masih bereksperimen.. “Between Spaces into Space” lebih banyak clean sound dan composing melankolis didalamnya. “The Unsound of Partial Edges” ini dari segi rekaman lebih detail, mulai dari gear sampai proses mixingnya.
Ibrahim: “Pulsating Star” di rekam semua secara live. Karena kebutuhan menangkap momen. Pada saat itu Bosscha (Lembang) sedang merayakan ulang tahun. Karena ajakan Gustaff kita bisa bermain secara live di salah satu ruangan disana. Karena momen tersebut langka, kita membawa seperangkat alat rekam dan instrumen lain nya. Dan menjadilah suatu album. Dan di album tersebut memang kita dalam proses mencipta lagu dimulai dari observasi suara-suara bintang di semesta sana.
Untuk “Between Spaces into Space” unsur melancholy sangat terasa disitu karena kehadiran cello yang cukup. Kuat. Dan di “The Unsound of Partial Edges” sangat tidak ada unsur melancholy tersebut. Selain tidak ada nya instrumen violin. Kondisi pembuatan album di masa pandemi ini pun menjadi berpengaruh.
Godspeed You! Black Emperor (GY!BE) bisa menyiratkan pesan yang politis tanpa adanya vokal yang berlirik. Apa yang Flukeminimix ingin sampaikan melalui “The Unsound of Partial Edges“?
Dinar: Untuk urusan politik dan lain sebagainya yang berhubungan dengan itu saya ga pernah tertarik. Ga pernah juga mau tau cause we’re locked out since day one haha!
Farris: GY!BE selain secara simbolis memang menyiratkan unsur perlawanan politis, mereka memang terjun langsung ke lapangan. Dengan cara seperti itu dan memang soul band nya seperti itu maka “gagasan” medium penyampaian musik nya sangat terasa.
The Unsound of Partial Edges secara garis besar judul album adalah fragmen tentang pandangan kita di saat ini, dimana yang menurut kami hubungan antara manusia dan manusia, manusia dan alam nya, bahkan manusia dengan diri nya sedang dalam keadaan yang urgensi nya tidak baik. Kondisi personal seperti itu akan mengakibatkan response energi yang sama kurang baik nya kepada manusia lain nya bahkan alam di sekitar nya, kita mencoba mengkaji jawaban itu kepada 7 lagu di album tersebut. Lagu dengan judul yang cukup kontemplatif yang menurut kami sebelum kita “taking a side” kami berusaha menjadi pribadi yang lebih baik terlebih dahulu. Mungkin itu singkatnya yang ingin coba disampaikan, lebih ke self notes sih.. Tidak berusaha mengingatkan diluar diri kita masing-masing.
Rangga: Secara personal ingin memperlihatkan Flukeminimix yang lebih dewasa, dan pas bikin album ini lagi jaman pandemic banget kan ya.. Jadi lebih menunjukan kita bisa struggle saat masa-masa pandemic.. Dan tetap berkarya di masa-masa sulit.
Ibrahim: Musik instrumentalis (nir vokal) sangat melekat pada pribadi pencipta nya. Menurut saya yang dilakukan GY!BE adalah seperti perjalanan hidup dan statemen dari personil yang dijadikan suatu karya musik. Menjadi politis karena pemberian judul”cerita” dan posisi personil yang memang terjun langsung di dunia sosial dan politik. Untuk The Unsound of Partial Edges saya idem dengan pernyataan Farris.
Bisa elaborasi sedikit mengenai proses rekaman “The Unsound of Partial Edges”?
Rangga: Album “The Unsound of Partial Edges” segi rekaman nya sangat detil dari mulai gear sampai bagian composingnya. Masing-masing harus memahami betul dari materi yang sudah terbentuk. Dari memilih karakter sound hingga proses mixing.
Dinar: Saya gabung dengan Flukeminimix ini ketika semua materi nya sudah rampung. Bahkan draft drum nya pun sudah ada, jadi saya tinggal take ngikutin pattern drum yang ada, bisa dibilang dikit banget improvisasi nya. Tapi yang unik dari rekaman ini tuh total ga pake metronome, karena Flukeminimix itu lagunya dinamis, keinginan mereka juga emang gitu, tempo nya naik turun. Ini kali pertama saya setelah sekian lama recording ga pake metronome, jd semua nya harus one take. Dan ada satu lagu yang menarik judulnya “Gargantua” yang emang drum nya out of tempo dibanding instrumen lain. Kalo secara sound ga banyak nemuin kesulitan karena kalo sound drum buat flukeminimix itu ga beda tone nya sama band lain saya Ssslothhh.
Farris: Proses rekaman yang sekarang mungkin lebih optimal dari tiap personal nya, karena sudah ada pemahaman yang lebih baik dari album sebelumnya. Secara sound design dari tiap personal sudah lebih terbentuk. Secara tekstur ada beberapa yang hilang tapi banyak kehadiran tekstur sound yang lebih diperkuat keberadaan nya. Mungkin karena kondisi psikis kita yang di masa itu “buang yang ga perlu amat” meh bisa ngebut haha.. Untuk proses rekaman engineer nya Ibrahim Adi yang mungkin lebih mengenal dari tiap proses nya secara lebih teknis..
Ibrahim: Proses rekaman “The Unsound of Partial Edges” terjadi lebih organik. Karena kita semua sudah jadi lebih tau apa yang akan dihasilkan di akhir album (secara sound). Tidak banyak melakukan sulap di mixing, karena source yg di rekam sudah cukup mewakili. Tapi tetep lama penggarapan nya karena terjadi pergantian posisi drum. Dan rekaman drum yang sudah dilakukan oleh drummer terdahulu, di rekam ulang oleh posisi Dinar. Mastering dikerjakan oleh ramuan James Plotkin, benar-benar gak ada revisi. Sekali kirim langsung kita sepakati jadi.
Cover album kalian menggunakan artwork dari Arin Dwihartanto Sunaryo. Bisa ceritain ga konsep nya apa, dan background bisa kerjasama dengan Arin itu gimana?
Dinar: Kalo ini biar Farris yg jawab haha..
Rangga: Iyaaa hahaha
Farris: Sebetul nya di tahun 2017 mas Arin meminta album kita untuk beliau yang menjadi cover artwork nya, tentu nya kami sangat menyambut dengan hormat dan bahagia. Dan ajakan beliau yang membuat kami menjadi lebih semangat lagi untuk menyelesaikan album ini (walaupun tetap terpaut waktu yang cukup panjang). Seperti di album sebelum nya, album ini pun di layout oleh Ucok. Di album ini kami sangat bersyukur bisa berkolaborasi dengan seniman-seniman yang kami kagumi. Bahkan di album ini ada karya tulisan Nishkra, yang secara personal bisa mengenal langsung baru 2 tahun belakangan ini. Tapi sudah sering mendengar cerita legend beliau sejak dulu.
Kami selalu tertarik untuk bekerja sama dengan Ucok, beliau selalu bisa membahasakan musik kita dengan baik. Tanpa banyak diskusi sudut pandang beliau menjadi sudut pandang yang sangat menarik dan selalu beririsan dengan kami secara nyata.
Ibrahim: Ketika karya musik sudah dilempar ke pendengar, maka akan terjadi respon-respon yang sangat alami. Kita bersyukur yang merespon adalah orang-orang yang hebat dan tentu kita kagumi. Maka terjadilah di album The Unsound of Partial Edges.
Album-album favorit masing-masing personil apa aja? Bisa ceritain juga kenapa suka album tersebut?
Dinar: Neurosis – Through Silver in Blood. Pertama kali tau Neurosis tuh album ini dan langsung suka. Waktu pertama denger intro nya aja lumayan aneh sendiri, cuma drum doang yang dimainkan secara perkusif dan berlayer-layer. Dan Neurosis punya sejumlah riff gitar yang total heavy buat saya waktu itu pertama kali dengerin, karena jaman pertama kali dengerin Neurosis ini, saya lagi kerajingan banget sama hardcore/punk. Bisa dibilang ini life changing album buat saya, azeg.
Rangga: The Smashing Pumpkins – Siamese Dream dan Mellon Collie and the Infinite Sadness. Paling suka banget, kalau bisa dibilang ini album Smashing pisan, mulai dari vokal cempreng falsetto Billy Corgan yang ketara banget. Ketukan drum ciri khas Jimmy Chamberlin lebih banyak. Chord bass D’arcy yang simple tapi penting. Dan sound distorsi gitar James Iha yang menggawangi seluruh part lagu. Adanya di lagu Cherub Rock, Edan pisan bagi-bagi tugasnya.. The Smashing Pumpkins jadi salah satu influence sound gitar saya hehe..
Farris: ​​Untuk album favorit saya ingin bisa menjawab Turing Machine – A New Machine For Living, atau Simon & Garfunkel – Bridge Over Troubled Water yang bagi saya lagu tersebut bisa membuat peradaban dikala peradaban sudah runtuh, seperti monolith di film 2001: A Space Odyssey. GY!BE – A Slow Riot For New Zero Kanada yang dipenuhi dengan nada repetitif dan crescendo yang sangat apik. Dan masih banyak lainnya hahaha..
Tapi jika harus pilih hanya satu album, jawaban saya sangat umum. Radiohead – OK Computer; album yang dibuat di tahun 1997 dengan musikalitas yang cukup maju dengan statement komposisi yang kuat. Tekstur musik seperti di lagu The Tourist & Subterranean Homesick Alien yang dimana kehadiran tekstur dari gitar Ed O’Brien dan Jonny Greenwood sangat tidak terduga secara kehadiran dan nada nya. Bye dan maaf untuk yang tereliminasi.
Ibrahim: Pink Floyd – The Wall. Sebelum tau album nya saya nonton dulu DVD live concert yang di Berlin tahun 1990 (karena album The Wall rilis sebelum saya lahir). Pertunjukan tersebut yang membuat saya pengen punya band, dan bisa konser. Tata artistik, tata panggung dan momen (berlokasi di tembok Berlin) berkolaborasi dengan baik. Ditambah permainan gitar David Gilmour yang mengarahkan saya untuk menjadi pemain gitar, karena sebelumnya saya bermain drum.
Untuk para gitaris/bassist: Effect pedals that you can’t live without?
Ibrahim: Big muff Pi Russian. Pake satu pedal itu saya bisa mainin semua part saya di Flukeminimix hahaha..
Rangga: Overdrive pedal sama distorsi hahaha.. Super Overdrive Boss SD1, Turbo Distortion Boss DS2, dan Ibanez Tube Screamer TS9DX.
Farris: Big Muff Pi USA, Fender Twin Reverb Amp dengan mix speaker British dan American.
Background memilih label Grimloc dan Disaster untuk rilisan ketiga kalian?
Dinar: Sesimple karena mereka berteman lama dengan kami dan 2 label tersebut representatif buat Flukeminimix.
Farris: Grimloc sebagai label sudah sangat baik secara distribusi dan kenamaan branding mereka yang cocok dengan Flukeminimix, dan juga DSSTR yang memang kagum dengan bentuk support mereka ke skena musik.
Rangga: Sudah terjawab oleh Farris hehe..
Ibrahim: Grimloc dan Dsstr cocok secara branding dan memfasilitasi kami sebagai band yang banyak maunya ini. Hahaha..
Harusnya ini saya tanyakan di awal, tapi gapapa: Nama band kalian terdengar sedikit nyeleneh. Dari mana datangnya nama tersebut dan apa arti nya?
Faris: Flukeminimix mungkin tidak ada arti secara harfiah nya. tapi saya mengartikannya sebagai sesuatu yang jarang terjadi, sebuah keberuntungan dengan faktor ilahi. Bagi kami singkat nya Flukeminimix adalah sebuah momentum. Kami sendiri yang jadi momentum nya.. Dapat dan bisa membuat momentum nya sendiri.. Mungkin ini yang membuat kita selalu berkomitmen untuk membuat sesuatu atau sebuah karya dengan berbagai medium penyampaian. Keberuntungan juga dikarenakan hubungan antar personil yang sangat erat.. Teman dan sahabat, saudara yang belajar dan memahami musik sedari kecil bersama dan berkomitmen untuk membuat musik sampai tua.
Pada cerita nya Rangga dan Iqbal mengajak main band yang saya tolak beberapa kali, ketika saya mengiyakan.. Saya mau nih bikin band asal bisa bertahan puluhan tahun ke depan hahaha… Sebuah visi yang memang melihat dari awal nya akan menjadi musik yang tidak cepat untuk sampai ke para apresiator. Butuh medium-medium dari yang lain bahkan tidak jarang interdisiplin. Tapi kembali ke semua nya, seni kami hanya sampai penciptaan.. Penilaian sepenuhnya milik kalian, karya hanya akan kembali ke pencipta nya sebagai cerminan.
Words & interview by Aldy Kusumah
Photos from Flukeminimix’s Archives