Mari berbincang dengan Ykha Amelz mengenai brand fashion-nya Dibba, comic strip Babbot-nya yang ikonik, dampak positif NFT bagi para seniman dan kekaguman-nya kepada Eva Green..
Â
Â
Halo apa kabar Ykha. Lagi sibuk apa aja nih selama pandemi? Ada perubahan signifikan semenjak pandemi ini?
Halooo.. Sempat berasa kaya survival mode di awal-awal pandemi, parno parah, makan terus, kerjaan pada ke-cancel. Tapi untungnya tengah-tengah malah mengarah ke perubahan yang lebih baik kalau ke gue pribadi. Gue jadi bisa lebih fokus ngembangin karya secara fisik dan digital dibandingkan beberapa tahun terakhir sebelum pandemi. Tahun lalu dan tahun ini akhirnya jadi tahun kolaborasi Babbot tersibuk buat gue karena itu.
Mungkin karena treatment penyakitnya sudah lebih jelas dibanding tahun lalu dan vaksin mulai menyebar malah (masyarakat) pada jadi lebih santai ya… kalo gue sih masih tetep parno sih jujur aja. Vaksin kan bukan berarti jadi kebal sama penyakitnya. So stay safe everyone.
Â
How do you stay sane with all the deadlines and the crazy pandemic situations in Indo?
I don’t… Hahahahaha. I guess none of us are really sane anymore right now.
Crypto dan NFT lagi rame nih. Bagaimana reaksi lo melihat seni yang berbentuk materi kedepannya akan digantikan oleh seni digital yang hanya bisa dinikmati lewat layar hp/laptop saja? How’s the future of the art world in this digital age?
Menurut gue sih gak akan tergantikan, karena anggaplah satu sama lain berbeda dimensi. Gue rasa seni secara fisik tidak akan tergantikan begitu saja, metaforanya mungkin seperti menikmati main game fisik dan main game online, berbeda rasanya dan kenikmatannya. NFT memberi kesempatan dan platform kepada creator-creator digital untuk dihargai secara sama dengan creator fisik, bukan cuma dijadikan konten saja. Selain itu yang gw rasa merupakan point plus-nya adalah tidak adanya middle man pada transaksi NFT, creator sendiri yang bisa menentukan cara penjualan dan harga NFT-nya, dan seniman akan selalu mendapatkan royalty dari setiap penjualan secondary oleh kolektor-kolektor karyanya dan berlaku seumur hidup. Dari yang gue sudah lihat sejauh ini, adanya NFT berhasil membentuk sebuah komunitas yang saling suportif di dunia digital dan juga menjadi sebuah bentuk semangat baru dalam berkarya, dua hal yang sepertinya mulai pudar karena efek negatif social media.
Ceritakan sedikit dong tentang brand Babbot lo.. Sekarang udah mulai jual di marketplace juga ya?
Babbot adalah karya yang paling jujur dan paling menyenangkan bagi gue. Dimulai dari iseng-iseng gambar anjing gue, yang namanya memang Babbot, tiap lagi lelah sama deadline-deadline gambar lainnya. Tanpa sadar sketsa-sketsa kecil ini semakin banyak, dan kemudian merambat menjadi comic strip/meme yang suka gue share di socmed. Senangnya adalah ternyata banyak orang yang terhibur sama gambar-gambar Babbot ini (apalagi mereka yang sudah terbiasa melihat Babbot aslinya yang seliweran di socmed gue), mereka ngerasain yang gue rasain, terhibur dengan adanya Babbot 🙂
Lalu lama-lama mulailah ada demand untuk karya-karya yang berhubungan dengan Babbot, hingga mengarah ke merchandise, buku, lukisan, collectable toy, dan kolaborasi-kolaborasi berbagai produk lainnya dengan beberapa brand. Product development Babbot gue nguliknya berdua sama suami gue, Hendra. Untuk retail dan marketplace merchandise Babbot kita sempat bekerja sama dengan BLAB Bandung, KeepKeep, Museum Macan, Dialogue Artspace, dan yang paling baru ini masuk ke marketplace Sonderlab.
Mengenai DIBBA, gimana awalnya DIBBA terbentuk?
Bermula di tahun 2014, pas lagi makan pizza bareng Faisal (partner gue di DIBBA), dia lempar ide gimana kalo kita coba bikin clothing brand berbasis print. Dia sangat passion soal fashion dicombo dengan gue yang passion untuk ngembangin ilustrasi gue. Semenjak hari itu kita partneran dan terbentuklah DIBBA. Sempat ada dua partner juga yang berperan di 2 tahun pertama Dibba, Swaragita Andhika dan Claudia Adinda yang kini sudah jadi full-time mom dan Claudia sekarang tinggal di Singapura.Â
Konsep DIBBA sebetulnya sesimple kita cuma ingin bikin koleksi yang vibrant, wearable art yang bisa dipakai sepanjang hari dengan pola desain yang kita sendiri suka untuk pakai. Print dan desainnya berisi variasi konsep dan cerita yang ingin kita sampaikan dari mulai budaya atau sejarah Indonesia yang dikombinasikan dengan estetik yang modern, hingga sesederhana inspirasi dari apa yang kita lakukan sepanjang karantina kemarin: makan dan tidur. Akhir April kemarin kita baru saja mengeluarkan koleksi baru berjudul ’Quarantine Dreams’, dari koleksi ini cukup membuat kita jadi ingin develop ke arah produk-produk homeware juga.
Â
Â
Belakangan ini, Jack Dorsey (founder Twitter) menjual tweet pertama dia sebagai NFT. Almarhum musisi MF DOOM menjual AR topengnya sebagai crypto art sebelum meninggal dan seniman seperti Daniel Arsham saja mulai menjual crypto art. Apa lo sudah mulai merambah juga menjual NFT dan crypto art sekarang?
Yesss.. Gak pernah ada salahnya mencoba platform baru yang mensupport dunia kreatif. Beberapa marketplace NFT juga sudah mulai menerapkan sistem transaksi CleanNFT dan terus mencari solusi untuk lebih eco friendly, hope this can lead to a brighter future for crypto art.
Â
Siapa aja seniman yang mencuri perhatian lo belakangan ini?
Roby Dwi Antono & Andre Yoga
You are a TV geek. give us some TV shows recommendations and tell us why that show is worth binge-ing…
-The Big Bang Theory:Â Because I will always be a geek at heart. Terus gue tetep ketawa walau udah ulang-ulang terus nontonnya.
-Penny Dreadful: Because.. Eva Green.
-The Serpent:Â Must watch. Inspired by real crime events.
-Raised by Wolves: Hooked from the start! Udah lama gak nonton sci fi sebagus ini, ceritanya kompleks dan visualnya keren banget.
-Tales from the Loop: Visually stunning sci fi series! Based from Simon Stålenhag art book.