Jika membicarakan brand sandal, sudah tentu dari sekian banyak brand yang ada, Hijack adalah salah satu brand sandal lokal yang cukup ikonik. Mari berbincang dengan Zaki dan Fahmi, kedua orang founder Hijack, mengenai sandal Tarompah, Swallow dan membikin produk di Cibaduyut..
Bisa ceritakan sedikit tentang awal dari Hijack?
Zaki: Jadi saya ama Fahmi teh satu kampus di Widyatama. Fahmi teh senior walaupun satu tongkrongan, dan sering bareng. Pada Tahun 2009-2010 tuh lagi banyak yang bikin brand sepatu, karena Cibaduyut mulai terbuka source nya, kita bisa bikin satu-dua lusin disitu. Seangkatan kita tuh ada Brodo, Amble, Sagara, jadi memang banyak yang bikin sepatu. Kita pengen ikutan juga cuma kayaknya boots udah ada yang bikin, sepatu udah banyak, jadi saya pengen cobain bikin sendal aja, karena memang suka pake sendal.
Fahmi: Sebenarnya sih awalnya founded by Zaki, lalu saya gabung. Tapi emang dari jaman kuliah udah lumayan antik si Zaki, pake sendal terus ke kampus. Zaki cukup unique lah pada saat itu, jadi pas dia bikin sendal ya cukup genuine juga pada akhirnya sih.. Itu mungkin yah awal perjumpaan kita..
Fahmi juga sering pake sendal ke kampus?
Fahmi: Engga gue sih hahaha! Ga begitu sesering Zaki pake sendal.. Di kantor kan diwajibkan untuk pakai sandal sebenarnya. Ada Hijack yang edisi untuk dirumah dan di kantor, kaya sendal hotel.
Zaki: Gue ngefans banget sama tarompah, sendal Tasik. Pas jaman kuliah teh kan sebenernya ga boleh pake sendal, cuma dosen-dosen tertentu yang boleh. Jadi influence awal sebenarnya tarompah. Mo bikin di Cibaduyut ga kesampaian. Akhirnya kita bikin sendal-sendal yang dimodifikasi dan lebih universal. Sebenarnya ga niat sampai kaya sekarang. Dulu beli kulit masih dan bahan masih ngeteng, sekarang mah udah bikin sole minimal order sudah mulai besar quantity nya.
Gue liat colorways sendal-sendal Hijack bisa terinspirasi dari mana aja dari album the Blue Nile, sampai Powerpuff Girls. darimana datangnya inspirasi-inspirasi random itu?
Fahmi: Sebenarnya itu teh balik lagi ke preferensi anak-anak. Kemarin kita baru rilis satu fitur biar customer bisa customize sendalnya. Kalau design itu berasal darimana memang bisa serandom itu. Kaya obrolan ringan di kantor bisa jadi serius pada akhirnya dan dibikin produk. Desainer grafis kita yang kemarin itu memang suka Blue Nile. Jadi anak-anak yang disini suruh customize sendiri colorways favorit mereka. Cuma memang ide sih seliar itu..
Lalu nama hijack sendiri datang darimana? Kenapa kaya bajak laut? Hahaha..
Fahmi: Tah si Zaki eta mah hahaha..
Zaki: Nah saya juga sih kalau bisa balik lagi kenapa ya dulu pakai nama Hijack hahaha.. Benar sih Hijack artinya membajak. Tapi ada dua meaning, dulu bisa juga jadi greetings kayak “Hi Jack!â€. Dulu ada spasi nya. Ternyata kurang bold statement nya. Mending gagah sekalian lah kaya membajak, walaupun ada konotasi negatif. Di sisi lain si pembajak juga cukup exploring terhadap pulau-pulau baru, menembus batas terus, dan bisa survive di lautan berhari-hari. Nyambung nih, karena kita juga cuka mendobrak pattern. Jadi cukup filosofis lah..
Fahmi: Sebenarnya ada sisi exploring dan conquering something juga si Hijack itu teh. Jadi nyambung sama visi kita. Bisa nih dipakai.
Gue pernah liat Hijack ada kolaborasi dengan Diskoria sampai Marvel Studios. itu gimana awalnya terjadi kolab-kolab tersebut?
Fahmi: Marvel emang ngontak duluan. Launch tuh di 2018. Disney Indonesia emang kontak kita untuk kolaborasi. Waktu itu untuk campaign film apa ya, Avengers: Infinity War kalau ga salah. Semua tentu suka Marvel disini. Akhirnya kita ngobrol, product development, colorways dan model pun back and forth sampai di acc Marvel pusat. Kalau yang Diskoria itu untuk event Fash Futur Fest. Dari situ mereka ngasih freedom ke kita mau kolab sama siapa aja. Kita langsung ngontak Aat dan Daiva Diskoria. Dan emang limited cuma 100 pcs.
Memang sulit untuk memilih, tapi Kolaborasi Hijack favorit kalian yang mana aja?
Zaki: Kalau gua sih yang kolab sama Gabber Modus Operandi. Itu juga ga dirilis di Hijack, cuma kang Ican Harem nya memang gering lah, memang pengen sesuatu yang beda dan out of the box banget. Anak R&D kita kebetulan keceletot untuk nama artikel nya jadi “Pecel Leleâ€. Sendal nya juga bisa di roll gitu. Cuma rilis 50 pasang dan dijual pas GMO main di Berlin. Saya aja ga kebagian haha..
Fahmi: Kalau saya yang kolab sama Bluesville. Dia kan indigo dye gitu ya. Secara holistik saya suka banget produknya. Founder Nya emang temen juga, dari awal ngobrol nyambung, referensi nyambung, eksekusi dan konsep oke pisan. Bikin aktivasi juga di Jakarta, kaya workshop batik gitu, hasil karya peserta bikin batik dikasih ke mereka semua sendal nya, jadi personalized banget, ada yang gambar penis lah hahaha.. Tapi dari awal sampai akhir ada keterikatan.
Zaki: Kadang collab yang seru itu adalah collab yang bukan generate uang dan sales. Yang seru yang seperti itu. Kalau sales kan kita mikirin aspek jualan jadi ada limitasi seperti warna harus gimana ya biar laku.
Gue pernah liat di suatu podcast kalian bilang ingin dikenang dan dipakai masyarakat luas seperti sendal Swallow. Bisa elaborasi atau cerita lebih lanjut tentang pernyataan ini?
Fahmi: Bener itu kayaknya saya yang ngomong hehe. Lebih ke arah habit orang Indonesia itu kan sendal dipakai kemana-mana. Di setiap rumah di Indonesia pasti ada satu sandal. Ada sandal untuk ke Masjid, Swallow. Ada Carville untuk jalan-jalan, ada Eiger untuk naik gunung. Kalau ke Masjid pakai Suicoke kan takut hilang haha. Jadi ya harapan saya teh orang melihat ke kultur itu, disini negara nya emang tropis dan humidity nya memastikan kita untuk at some level harus pakai sendal. Kalau kita bisa dipakai masyarakat luas dan bisa apalagi kalau kita bisa provide mereka dengan sandal dari untuk ke warung sampai ke undangan. Kenapa kita ga embrace aja culture ini. Si Sustained Culture ini kita jadikan Campaign dan emang dari jargon awal kita.
Zaki: Mungkin juga kedepan nya ada lini yang lebih “murah†nya, dan bukan bikin brand baru. Seperti bikin varian early stages atau gimana. Kita juga lagi memasarkan Hijack ke luar negeri seperti Singapura dan Jepang. Nah harga ini jadi lumayan sensitif, murah nya relatif juga di Indonesia dan Jepang bakalan beda. Kita juga pengen bikin varian lebih banyak kedepan nya, untuk daily atau untuk ke undangan misalnya.
Top brand sandal favorit kalian?
Zaki: Kalau yang memang strict bikin sandal doang ga banyak ya, cuma Birkenstock cukup oke. Dia kuat banget, dia dari tahun 1774 kan. Dia juga ada sisi kesehatan nya kan, karena bisa mengikuti contour kaki kita. Tapi fitur itu orang-orang banyak yang ga tau. Tentu Suicoke juga bagus dan menjadi influence Hijack awal-awal.
Fahmi: Swallow jelas lah roots. Birkenstock suka function nya sih. Yang sekarang varian nya ngabret sih, ada yang kolab sama Dior segala. Yang artikel “Boston†tuh bagus banget. Satu lagi ada dulu namanya Yuketen Japan. Handmade garis keras tapi shape nya ga selalu vintage, dan tetap modern walaupun handmade dengan gaya klasik.
Sale event kalian yang “Fishy Business†cukup menarik display nya seperti di pasar ikan…
Fahmi: Idenya seperti bikin hajatan aja sih. Kita jarang sale, setahun paling 1-2 kali maksimal. Jadi kalau ada event kagok kita bikin unik. Kaya dagang ikan di pasar awal ide nya. Kita bikin literal aja dari nama Fishy Business. Pertama dulu bikin pas Spasial masih ada. Respon nya menarik juga. Yaudah tiap akhir tahun kita bikin tema sale yang berbeda, Pernah bikin display bootleg kaya Breaking Bad sampe ada laboratorium dan meth-meth biru nya. Display convenience store juga pernah. Ide sih semua dari bercanda, dan berakhir serius…
Trend diskon menurut kalian?
Zaki: Kalau untuk si brand nya sebenarnya bahaya sih, konsumen jadi melihat offering harga dan jadi tidak melihat value brand nya. Tapi kalau secara bisnis atau survive ya itu pilihan ownernya masing-masing. Ga ada salah atau benar, cuma ada konsekuensi ketika brand nya terus-terusan mengambil strategi diskon di satu platform, jadinya perang harga dan value brand nya tidak muncul. Hanya muncul sebagai harga murah. Kalau pendapat pribadi saya kesana sih.
Fahmi: Ada 1-1, 2-2, 3-3, terus aja. Pasti bakal impact banget ke branding. Harusnya value brand nya yang keras kita bangun. Gue lebih memilih untuk back and forth disitu aja sih, biar dapat branding nya seperti “kalau saya beli Hijack sih ga usah nunggu diskon karena value produknya bagusâ€. Selama 12 tahun ini kita selalu drive market kita untuk lebih mengangkat value brand nya. Kemarin liat acara apa ya pada jual baju 70-80 ribu wah ini kok harga balik lagi kaya jaman pas saya masih kerja di clothingan tahun 2000an dulu..
Zaki: Yang paling kasian vendor jadi di push kualitas harga produksi, terms of payment kadang ada yang kurang sehat. Yang happy sebenarnya platform marketplace dan konsumen.
Fahmi: Kita sih udah aja fokus di value produk yang kita kerjakan sekarang. Kalau kita kebawa-bawa juga ya ga cuan juga mungkin hehe. Ada riset dan develop yang panjang, kita kasih liat aja ke orang-orang kalau kita sih harga segitu memang worth dengan kualitas yang kita berikan.
Words & interview by Aldy Kusumah
Photo taken from Hijack’s archives