Ferry Dermawan, otak kreatif di balik Joyland Festival, telah berhasil membawa konsep festival musik yang berbeda di Indonesia. Dengan fokus pada kenyamanan dan aksesibilitas bagi semua kalangan, termasuk keluarga, Joyland setiap tahun menghadirkan line-up yang selalu dinantikan. Festival ini tak hanya sekadar hiburan, tetapi juga ruang alternatif yang mempromosikan ide-ide segar melalui para penampilnya. Dalam wawancara kali ini, Ferry berbagi kisah dan tantangan dalam merancang festival di Indonesia, mulai dari proses kurasi hingga strategi membuat acara musik yang bisa dinikmati segala usia. Joyland berdiri sebagai contoh bagaimana sebuah festival dapat bertransformasi menjadi pengalaman inklusif tanpa mengorbankan kualitas artistik.
Hai Mas Ferry, pada tahun 2009 pertama kali anda membuat festival Djakarta Artmosphere. Apa yang menjadi trigger Mas Ferry membuat festival?
Ingin punya platform baru yang menampilkan band-band yang saat itu sedang banyak rilisan-rilisan bagus. Hanya, dulu ngerasa enggak ada ruang atau acara yang menampilkan band-band itu dalam satu acara.
Tapi dulu sempat bikin gigs atau acara kecil-kecilan dulu gitu enggak Mas?
Tidak pernah. Jadi dulu pertama bikin Djakarta Artmosphere itu konsepnya kolaborasi. Band-band yang aktif pada masa itu dan musisi-musisi yang bisa kita bilang legend.
Kalo Joyland gimana Mas?
Kalau Joyland hampir sama sih, pengen punya acara dengan band-band yang kita seneng main di satu acara yang sama dengan suasana yang intim. Secara skala memang kita merasa kemampuannya belum bisa yang besar. Jadi, sebenernya trigger kami untuk bikin festival biasanya dari venue dulu. Kalau ketemu venue yang asik, turunannya akan ke program di dalam acaranya. Makanya kalo diperhatiin beberapa venue Joyland seringkali berubah-ubah.
Pada saat membuat Joyland Festival, apa yang menjadi “goals” dari Mas Ferry?
Menawarkan pengalaman datang ke festival yang berorientasi ke kenyamanan penonton, syukur-syukur bisa jadi festival alternatif yang menampilkan pengisi acara yang menawarkan gagasan-gagasan menarik.
Ketika membuat Joyland, festival besar apa yang menjadi acuan Mas Ferry?
Dari awal referensinya ke festival mid-scale di UK/EU yang biasanya program dan suasananya lebih seru dan intim. Greenman, End of The Road dan Laneway (AUS)
Dengan skala yang sebesar Joyland, bagaimana cara meyakinkan sponsor untuk ikut bekerjasama? Dan bagaimana cara mengajak band-band luar untuk tampil di Joyland festival?
Soal sponsor, kita fokus memperkenalkan nilai-nilai dan karakter Joyland lalu pada akhirnya akan ketemu partners yang sejalan dengan apa yang kita percaya. Soal booking international bands, memang butuh waktu untuk mengumpulkan kredibilitas festival dan karakter band-band yang kita booked di Joyland, setahun pertama lumayan sulit karena kita gak ada portofolio nge-booked International band sebelumnya.
Pada tahun 2015-2019 Joyland sempat vakum, setelah memutuskan kembali lagi, beberapa waktu kemudian ada pandemi. Pada waktu itu apa yang ada di benak mas Ferry?
Waktu itu di Desember awal 2019 kita bikin Joyland, lalu berencana bikin headline show band asal Chicago namanya Whitney di Maret 2020. Tiket kalau nggak salah dijual di bulan Januari, dan sudah terjual sekitar 60-70%. Band sudah lunas, venue sudah lunas tinggal jalan produksi aja. Tapi setelah 2 minggu kita announce, berita-berita di luar mulai ada virus covid tuh. Awal bulan Maret ada kasus pertama covid, ya sudah cancel deh semua. Joyland tahun 2020 juga otomatis enggak ada karena semua pihak masih mantau perkembangan kasus covid di regional masing-masing.
Waktu itu sempat kepikiran enggak Mas kedepannya akan seperti apa?
Waktu itu lumayan naif. Mungkin kita liat 3 bulan kedepan kali yah. Mungkin akhir tahun udah bisa kali yah. Saya rasa semua orang kayak gitu kali yah karena belum punya pengalaman, taunya bertahun-tahun. Setelah 3 bulan itu akhirnya mikir ini kayaknya bakalan lama deh. Akhirnya kita mikirin apalagi nih yang mesti kita kerjain biar tetep aktif tapi bisa dikerjain dengan segala keterbatasan. Akhirnya kita bikin aktivasi online Plainsong Live Sessions, konsepnya nyamperin musisi, nge-bebasin formatnya mau ngapain aja. Kita bikin 1 season itu 4 episode, total 12 band, sampai 2021 total kita jalan 3 season waktu itu.
Kalo yang kita lihat di Indonesia, kebanyakan festival melibatkan sponsor dengan range umur 18+, bagaimana caranya Joyland menjadi festival musik yang ramah untuk keluarga?
Di 2016 sampai 2018 saya sering dateng ke beberapa acara dan festival. Jadi punya standar sendiri untuk sebuah festival, pengen punya festival yang ramah keluarga dan bisa bawa anak juga. Jadi waktu itu, kita coba approach sponsor dengan beberapa ketentuan. Kayak rokok dan alkohol itu ada areanya sendiri, nggak boleh keluar dari area itu.
Untuk pemilihan line up Joyland Festival, apakah Mas Ferry hanya menggunakan taste sendiri untuk mengkurasi line-up atau sedikit mengikuti trend festival di luar?
Pertama, kita punya wish list sejak awal band atau artis yang mau kita book buat Joyland jadi secara garis besar jadi karakter festivalnya. Kedua, tentu menyesuaikan trend yang disesuaikan dengan market di Indonesia. Ketiga, gue merasa dua tahun terakhir tuh festival-festival di Barat lagi nengok banget ke band atau artis Asia dan karena sejak 2022 kita juga sudah banyak slot band Asia, jadi gue melihat Joyland cukup mewakili wajah mid-scale International Music Festival di Asia, terutama dari sisi kurasi lineup.
Pada pengumuman final line-up muncul nama Hyukoh dan Sunset Rollercoaster, Kenapa memilih mereka sebagai headliners?
Itu sebenernya dari awal Februari kita udah dapet kabar kolaborasi album mereka sudah jadi, dan mereka ada plan untuk tour di asia di bulan Agustus keatas lah. Lalu mereka meminta kita untuk menggarap show AAA ini di Jakarta, lalu secara hitungan untuk headline show enggak masuk budgetnya, jadinya kita alihkan ke Joyland dan mereka setuju.
Ada enggak band yang Mas Ferry kenal lalu menawarkan ingin tampil di Joyland, tapi kurang cocok nih buat di Joyland, bagaimana cara Mas Ferry menolaknya?
Sering, biasanya memilih band untuk tampil karena cocok dengan ruang (jam tampil, panggung) dan suasana tampil.
Masih sekitaran line-up, ketika Joyland di Jakarta tahun 2023 dan 2024 ini hampir ada kesamaan line-up dengan salah satu festival di Thailand, adakah hubungannya?
Iya, mereka memang nyamain tanggal acara dengan Joyland supaya bisa shared artists.
Menurut Mas Ferry, seberapa besarkah peran festival musik bagi perkembangan industri musik di Indonesia?
Gue sering banget dapet komentar kalau band-band yang main di Joyland tuh inspirasi utama beberapa orang untuk bikin band, contohnya Cornelius (Jakarta ‘22), Black Midi (Bali ‘23) dan Interpol (Jakarta ‘23). Jadi, karena emang pertimbangan utama gue book band buat Joyland tuh titik beratnya yang punya live set yang seru, karena nonton konser tuh yang dicari kan pengalaman visual sekaligus audio dari artis yang tampil.
Festival-festival musik di luar kalo diperhatikan beberapa ada yang disupport oleh pemerintah setempat, untuk Joyland sendiri ada dukungan nggak dari pemerintah?
Sejauh ini belum ada support langsung, sepertinya belum prioritas juga bidang musik buat diperhatikan oleh pemerintah.
Joyland tidak hanya menghadirkan penampil band atau musisi, ada juga stand up comedy yang dikurasi oleh Soleh Solihun dan Cinerillaz yang dikurasi oleh Joko Anwar. Kenapa hal itu bisa ada di Joyland? Dan kenapa memilih Soleh Solihun dan Joko Anwar sebagai kurator?
Pertama, alasan P.O.V sebagai penonton festival yang biasanya durasi orang hadir di festival sekitar 5-10 jam tuh butuh alternatif tontonan selain musik atau untuk istirahat kuping. Kedua, gue ngeliat ada kebutuhan ruang tampil alternatif untuk dua program tersebut yang sebenarnya juga selalu punya irisan penonton di festival musik.
Sebutkan festival favorit seorang Ferry Dermawan
Untuk mid-scale festival dan menawarkan programs & experience menarik itu Greenman & End of the Road (keduanya di UK), untuk large-scale festival dan kurasi lineup selalu bagus itu Primavera Sound & Laneway.
5 musisi yang pengen banget Mas Ferry bawa ke Joyland?
Banyak nama sudah kesampean main di Joyland, untuk yang belum ada dua alasan. Kategori pertama, band atau artis yang masih possible dibook oleh Joyland tapi sulit untuk beberapa alasan: karena jarang tour atau mau mampir Asia tapi kurang kuota negara disini, contohnya: Beach House, Jungle, Phoebe Bridgers, Toro Y Moi dan The Smile. Kedua, kategori band-band yang secara produksi sangat berat atau biasa tampil skala stadion tapi di sini ya marketnya enggak segitunya, contohnya: The Cure, Blur, HAIM.
Mas, sempat ada yang bilang kalo harga tiket menentukan market audience yang datang ke sebuah pagelaran musik. Bagaimana pendapat Mas Ferry tentang hal tersebut?
Alasan yang lebih struktural lagi, saya yakin karena industri kita masih sangat baru dan muda jadi banyak hal yang masih mencari bentuk, dari sisi perilaku penonton dan tingkat apresiasi.
Mas Ferry sudah banyak terlibat di banyak festival besar di Indonesia, sebenernya festival musik yang bagus tuh yang seperti apa?
Yang konsisten menawarkan gagasan berbeda dan menstimulasi untuk terbentuk gagasan baru.
Mas, kalo beberapa band bikin album terus sukses banget. Untuk membuat album berikutnya akan menjadi tantangan tersendiri dan mungkin beban ingin mengulang kesuksesan atau melebihi album sebelumnya. Apakah hal itu berlaku juga untuk Mas Ferry dalam membuat festival musik?
Mirip lah, tapi ya semakin luas penonton kita gak bisa juga memuaskan ekspektasi semua orang. Contohnya, buat saya lineup tahun ini jauh lebih puas dan bagus kalau dilihat dari lineup dan program keseluruhan, gue sangat bisa ngerasain dari sisi program tiap edisi kita selalu berkembang ke arah yang sesuai dengan karakter Joyland.
Di salah satu interview, Mas Feri sempat bilang “Kalau festival uang produksinya sudah tercover oleh uang sponsor, itu tidak sehat”. Kenapa seperti itu mas?
Kalau secara bisnis yang ideal itu kan kita bergantung pada tiket. Tapi, di interview itu saya bilang, kita tuh sebenarnya secara industri tergolong baru. Festival di Indonesia baru bermunculan rame tuh mungkin di tahun 2015-an era konser atau festival yang independen bukan dibikin oleh brand. Mungkin 10 tahun kebelakang kita masih mencari bentuk yang pas, meskipun tidak dipungkiri kalau mayoritas festival masih bergantung dengan sponsor. Tapi kalau di regional Asia, udah banyak festival yang bergantung dengan tiket sales. Tapi kalau dibandingin sama negara lain, infrastruktur kita tuh belum memadai untuk sebuah festival. Jadi memang ada banyak pertimbangan.
Pertanyaan terakhir mas, berikan alasan kenapa harus banget datang ke Joyland Festival 2024?
Ide kita membuat Joyland itu ingin merayakan musik dengan pengalaman terbaik dan nyaman, juga apresiasi kita untuk creative scene di sini.