Miracle Mates adalah sebuah brand yang menginkorporasikan kultur hip hop dan street fashion dengan semangat gerilya next-gen. Fadli Maulana mendirikan brand ini dengan darah, keringat dan (mungkin) air mata. Dia merintis Miracle Mates sejak duduk di bangku SMA dengan modal seadanya, dan mengerjakan semuanya sendiri: dari packing, foto produk sampai COD dengan pembeli. Simak interview JEURNALS dengan Fadli Maulana dibawah ini..
“Membangun Miracle dari titik terendah banget, dari modal 500 ribu, terus uangnya diputar terus sampai saat ini. Dulu semua dikerjain sendiri kecuali design.â€
Halo Fadli, Bisa ceritain sedikit ga ke pembaca awal histori Miracle Mates dari awal sampai sekarang?
Awalnya dibuat pada tahun 2014, waktu itu saya masih kelas 1 SMA. Kenapa bikin Miracle karena memang suka fashion dan suka belanja brand-brand lokal, kepikiran aja kenapa ga bikin sendiri daripada beli brand orang lain terus. Dan salah satu yang menjadi trigger saya untuk buat brand itu Maternal Disaster, waktu itu mereka lagi naik-naiknya dan keren aja pas aku lihat mereka tuh. Dari 2014 alhamdulillah Miracle bisa bertahan sampai sekarang..
Pada awalnya Lo juga sempat mengerjakan semua aspeknya sendiri ya? Dari design, foto, admin sampai delivery?
Segala macem aku emang sendiri pas awal, dari packing, foto sendiri, upload foto ke IG, dulu tuh jualan masih di IG belum ada Shopee. Aku COD-an pake motor kesana-kemari sendirian, jadi aku yang samperin customer. Ngebangun Miracle dari titik terendah banget, dari modal 500 ribu, terus uangnya diputar terus sampai saat ini. Dulu semua ngerjain sendiri kecuali design, ada temen yang bikin..
Di koleksi “Mess in Balance” Miracle brekolaborasi dengan Hecate. Kenapa memilih Hecate sebagai kolaborator? Dan bagaimana ceritanya membuat runway fashion secara independen tanpa sponsor?
Kenapa memilih Hecate karena itu yang market inginkan, banyak yang request Miracle collab sama Hecate. Karena aku kenal sama ownernya akhirnya kita ngobrol dan berkolaborasi. Awalanya kita bikin runway itu adalah ide gila 2 anak muda. Pada saat itu saya juga masih 22 tatau 23 ahun, kita dulu ga mikir budget nya berapa dan untung-ruginya, yang penting ambisi kita terpenuhi pada saat itu tuh untuk bikin runway. Persiapan sekitar 2 bulan terus jadi tanpa planning yang matang, serba ngedadak nyari tempat, model dan bikin koreo juga sendiri sampe musiknya. Benar-benar melelahkan dan budgetnya lumayan ternyata, tapi allhamdullilahnya produk laku keras dan banyak yang suka sama runwaynya. Modal balik dan cuan juga hahaha..
Inspirasi fashion terbesar Lo dari mana saja?
Stussy dan Corteiz. Kalau Stussy suka udah lama karena dia kan streetwear tertua, dan movement nya bagus, support komunitas-komunitas dan sampe sekarang masih ada, kan itu ga gampang. Kalau Corteiz tuh aku sukanya karena dia konsepnya jalanan banget, geng-geng gitu, design nya simple-simple tapi oke. Aku juga lagi mulai mengarahkan Miracle kesana secara konsep, branding, dan suka juga personal branding ownernya.
Top 5 fashion items wajib versi lo apa aja?
Kalau yang wajib punya: topi itu barang wajib kalau rambut lagi jelek. Sepatu yang menurut aku wajib punya tuh Converse, walaupun banyak yang mahal dan keren-keren tapi Converse itu wajib untuk penampilan santai. Harga terjangkau tapi masih keren. Jam, aku suka banget pakai jam jadi kemana-mana waji pakai jam. Hoodie juga wajib banget, dalam seminggu pasti 3-4 kali pakai hoodie. Yang terakhir apa ya.. Kacamata karena mata aku minus jadi kacamata sangat penting buat aku. Aku suka Effector Eye Wear.
Bagaimana pendapat Lo mengenai trend harga coret? Apakah value sebuah brand akan menurun jika melakukan nya? Dan apakah trend ini secara jangka panjang akan merusak ekosistem industri fashion lokal?
Sebenarnya saya sangat kecewa dengan trend harga coret di Indonesia ini, karena brand berlomba-lomba menjual barang dengan harga murah. Aku tuh pengen brand kaya dulu, tanpa harga coret kita bisa jualan. Karena banyak brand-brand lain menggunakan harga coret mau ga mau untuk mempertahankan Miracle aku juga harus pake cara itu, walaupun gak semua produk harga coret, cuma ada beberapa produk yang kita tumbalin jadi harga coret agar bisa bersaing dengan brand lain. Sebenarnya dalam hati aku gamau ada trend ini, aku pengen brand kaya dulu lagi, branding nya lebih ke bikin acara, aktivasi lebih sering, daripada bakar iklan dan jual produk murah. Aku sebenernya ga setuju sama itu sih. Sepertinya trend ini bakal jangka panjang soalnya udah banyak pemain besar yang ikutan. Paling buruknya orang-orang cuma beli produk kita karena diskon, pas ga ada diskon ga dibeli.
Tentunya tidak ada yang 100% original di era kontemporer ini, beberapa brand meleburkan berbagai referensi, influence dengan style mereka sendiri sehingga menciptakan karya atau entitas baru. Tetapi ada beberapa brand yang sedang ramai karena meniru “plek-plekan†dan meng-glorifikasi kultur bootleg. Bagaimana opini atau pendapat pribadi Lo soal ini?
Menurut aku meniru atau menjadikan sesuatu dari inspirasi adalah hal yang wajar. Tapi yang salah tuh yang sama sekali ga dimodifikasi. Jangan ditiru plek-plekan sih. Karena memang udah ga ada yang original di dunia ini. Jaman sekarang udah ga mungkin ada yang otentik dan original, pasti semua terinspirasi oleh sesuatu, kecuali mungkin Nike dan Adidas pas jaman dulu. Bagaimana kita pinter-pinter memodifikasinya aja..
Music of Miracle sempat membuat event “Sounds for Palestine” bulan Desember tahun 2023, dengan hasil tiket yang di donasikan ke Palestina. Bagaimana konflik Palestina ini menurut opini pribadi Lo? Apa yang bisa dilakukan para individu / brand / musisi lakukan untuk membantu sesuai porsinya? Dan kenapa memilih line-up pengisi acara yang lumayan eclectic?
Aku sangat kasihan melihat orang-orang di Palestina sama-sama manusia tapi tidak mendapatkan kelayakan hidup seperti kita yang tinggal di Indonesia. Mau makan, minum dan sekolah aja susah. Mereka juga kayak hidup bahagia. Salah satu triggernya ya itu jadi bikin acara donasi itu. Kalau ingin membantu lakukan aja dengan apa yang kita bisa. Karena aku punya brand ya cara donasi nya seperti itu membuat event donasi. Yang kerja di rumah juga bisa donasi seikhlasnya kemanapun. Kita membantu tapi jangan memaksakan dan harus ikhlas juga. Kalau soal lineup eklektik karena menurut aku semua genre musik itu gak ada yang bagus dan jelek, aku menyamaratakan semua genre musik mau punk, hardcore, jazz atau hiphop ya aku suka dan semua juga bisa berdonasi. Bukan berarti genre pop gak keren atau apa. Semua orang-orang hebat yang mau berkarya, dan Miracle itu sangat support musisi-musisi baru yang baru merintis dan berkarya.
Di koleksi terbarunya “Against the World” Miracle Mates berkolaborasi bersama 10 kolaborator untuk merayakan 10 tahun Miracle berdiri. Salah satunya bersama SNS-B dan mencoba mengangkat kultur hiphop. Apa korelasai “Against the World” dengan kultur hiphop? Dan bagaimana lo mengaplikasikan itu pada design-design artikelnya?
Kaitan Against the World dengan kultur hiphop itu karena kultur hiphop kental dengan perlawanan, kata-kata dan design juga kita bikin bold biar simple dan nyampe pesan nya. Konsep foto pun dibuat serius, dari model dan pemilihan musik kita pake anak hiphop dan musik hiphop. Aku juga gak akan berhenti untuk membuat acara dengan tema hiphop di kota Bandung karena ingin mengangkat scene hiphop juga. Aku ingin me-represent hip hop.
Pertanyaan terakhir: video sketch Lo mengendarai skateboard berbentuk sajadah itu cukup epik. Dari mana awal idenya membuat skateboard berbentuk sajadah? Ada cerita lucu dibalik shooting dan konsepnya mungkin?
Video yang sempet viral itu video Alladin ya haha.. Aku lihat ada Youtuber luar bikin video kaya gitu pas era covid. Aku kebetulan punya longboard electric, kepikiran pengen bikin rangka sajadah ditempel longboard aku dan bikin di Cimahi. Iseng posting di IG taunya banyak di repost akun-akun besar di sosmed, dan sampe diundang ke acara TV, jadi mungkin orang-orang pada penasaran gimana caranya dan mungkin itu sesuatu yang unik aja hehe.. Padahal aku awalnya iseng aja pas era covid..
Words & interview by Aldy Kusumah