Abigail sebagai brand lumayan mencuri perhatian; grafis-grafis dan estetika visual mereka yang dekat dengan subkultur film horror cukup stand-out dimana brand-brand seangkatan mereka masih sibuk mengangkat estetika Y2K. Ternyata kecintaan Gilang (Founder & Creative director Abigail) terhadap sinema horror cukup mempengaruhi output visual Abigail yang dark dan lekat dengan referensi-referensi film horror klasik. Mari berbincang dengan Gilang mengenai film-film horror A24, launching di bioskop dan kolaborasi upcoming Abigail dengan Bharata Dhanu dan Dwiky KA…
Koleksi terbaru lo “Serial Killer†terinspirasi dari film horror klasik. Kenapa memilih tema ini untuk sebuah koleksi? Dan kenapa memilih film-film seperti Hannibal, Texas Chainsaw dan American Psycho?
Kenapa banyak nya film klasik karena banyak estetika di scene pada film-film tersebut yang bisa gue tangkep dan jadi banyak referensi yang sekiranya bagus untuk dijadikan design produk.
Team Jeurnals sempat menghadiri invitation launching produk Abigail yang dilakukan di sebuah bioskop. Kalian memutar video lookbook koleksi terbaru sebelum memutarkan film Exorcist: The Believer. Kenapa harus di bioskop, tanggal 13 Oktober dan kenapa harus film Exorcist?
Kenapa menayangkan campaign di bioskop karena gue sadar abigail itu brand yang belum seberapa untuk dibawa ke dunia kalian, makanya kalian aja yang kita bawa ke dunia kita. Supaya bisa merasakan experience, memahami, dan mengerti dengan apa kami buat.
Film The Exorcist mungkin salah satu referensi buat design-design kita di season baru, jadi kita mau berbagi referensi aja sama audience kita.
Lalu, film-film horror favorit lo apa saja? Dan kenapa?
Gue akhir-akhir ini lagi seneng film-film nya A24, karena mereka bisa bikin film horror dengan perspektif lain dan buat gue itu ‘mind fuck’.
Konsep dan awal histori Abigail itu gimana sih? Kenapa tercetus ide untuk membuat brand dengan tema-tema yang cukup dark?
Gue pribadi memang hobi nonton film-film horror dan thriller, selain itu gue juga suka dengan design poster karena gue dulu kuliah jurusan seni rupa & design. Awalnya gue sering bikin design dan artwork untuk cover album dan merchandise band-band lokal, lama-lama gue belajar tentang produksi dan tercetus untuk bikin brand sendiri yang didasari dari apa yang gue suka aja sampai sekarang.
Fashion selalu beririsan dengan musik. Band-band dan subgenre apa aja yang menginspirasi lo saat mendesain atau membuat sebuah konsep untuk Abigail?
Kalau untuk grafis nya sih ada beberapa yang terinspirasi dari lyric, artwork cover album, dan merchandise band-band heavy metal, hardcore, post-punk, black metal, post-rock, soft grunge, noir jazz, new wave, shoegaze etc. Tapi kalo untuk fashion nya justru malah bukan dari sub-genre2 barusan hehehe.
Kalau lo boleh memilh konsumen brand lo, lo pengen Abigail dipakai dan dibeli oleh tipe-tipe pembeli yang seperti apa sih? (style nya, tipe musik yang didengarkan, etc)
Kalau boleh millih sih : muda, casual, mengikuti perkembangan, kalo tipe musik yang didengarkan sih kita bebas bebas aja.
Toko kalian yang di Hallway Space cukup menarik perhatian secara display, dan kalian juga pernah membuat fashion show di Hallway Space. Kenapa memilih Hallway untuk beroperasi dan menurut kalian apa yang harus terus dilakukan para brand agar toko tetap ramai dan tidak kalah oleh online?
Kita bikin aktivasi-aktivasi di Hallway point nya untuk meningkatkan traffic toko kita juga supaya banyak pengunjung. Kalo menurut kita sih karena ‘online shopping’ itu gak akan selamanya, kita banyakin content-content di socmed yang mengarahkan konsumen kita buat belanja langsung ke toko, juga banyakin benefit lain yang gak bisa mereka dapetin di online. Contoh kecilnya kita di toko jual poster yang ga dijual di online.
Kalian pernah berkolaborasi dengan Keek Media. Bisa ceritakan sedikit mengenai konsep kolaborasi itu? Dan kedepan nya Abigail ingin berkolaborasi dengan siapa saja?
Basic nya sebetulnya karena pertemanan aja, lalu kita bikin satu design yang mewakili 2 identity. Kita lagi ada kolaborasi dengan artisan sepatu boots untuk season depan, lalu 2024 ada kolaborasi juga bersama Vicious Pain dengan mengajak 2 artist lokal yaitu Bharata Dhanu dan Dwiky KA.
Words & interview by Aldy Kusumah
Photos taken from Gilang’s Archives