Mungkin ini adalah film dengan pesan aktivisme yang cukup penting di tahun 2023 ini. Jika membicarakan efek rumah kaca dan krisis iklim, suka atau tidak suka tentunya efek perubahan cuaca ekstrim sudah mulai terasa langsung oleh kita semua. Apalagi dengan banyak nya heatwave yang memakan banyak korban jiwa di Asia, terutama di India dimana jalanan aspal pun meleleh. How To Blow Up A Pipeline diadaptasi dari novel berjudul sama karya Andreas Malm yang diterbitkan pada tahun 2021. Sebuah buku yang mengusulkan tindakan kekerasan dalam menanggapi krisis iklim ini dikemas menjadi film heist-thriller yang menarik.
Andreas Malm berargumen bahwa status quo telah berkembang begitu parah sehingga para aktivis akan bodoh jika tidak melakukan sabotase, dan bahwa protes damai saja tidak mungkin mencapai hasil dengan cukup cepat. Karena seperti yang kita tahu, krisis iklim ini memiliki deadline yang cukup mepet. Disutradarai oleh Daniel Goldhaber (“Camâ€), yang mengubah ide Malm menjadi dasar untuk film thriller perampokan yang sangat efisien. Alih-alih masuk ke lemari besi atau museum, 8 karakter di film ini berkonspirasi untuk melakukan tindakan sabotase yang akan merusak harga minyak di seluruh dunia.
Para eco-terrorist ini adalah 8 orang dengan tujuan yang sama, walaupun memiliki motivasi personal yang berbeda pada awalnya. Struktur flashback ala Tarantino yang perlahan memperkenalkan kita dengan para komplotan ini cukup menarik. Dari Long Beach, California, Xochitl (Ariela Barer, juga salah satu penulis dan produser film) berduka atas kematian mendadak ibunya akibat gelombang panas dan resah atas kelesuan upaya divestasi bahan bakar fosil. Kami mengetahui bahwa Xochitl tumbuh bersama Theo (Sasha Lane), yang sejak awal ditampilkan di sebuah grup pendukung yang berbicara tentang “diagnosis” penyakit yang spesifiknya pada akhirnya akan terungkap. Di Dakota Utara, Michael (Forrest Goodluck) berkelahi dengan pria yang datang untuk bekerja di ladang minyak. Dia memperdulikan keselamatan fisiknya; pada satu titik, dia mengatakan dia tidak peduli tentang kemungkinan mereka akan meledakkan diri. Dwayne (Jake Weary) adalah pria keluarga Texas yang bayi perempuan dan istri penderita diabetesnya hanya ingin dia pulang untuk Natal. Dia marah karena jalur pipa telah mengganggu propertinya, dan dia membenci anggota kru film dokumenter yang bermaksud baik, termasuk Shawn (Marcus Scribner), yang memfilmkan cerita sedihnya tetapi sebenarnya tidak bisa membantu.
Alisha (Jayme Lawson), pacar Theo, siap membantu. Yang paling misterius adalah Rowan (Kristine Froseth), yang diam-diam memotret beberapa persiapan kolektif ini. Pacarnya, Logan (Lukas Gage), terlihat punk tapi sebenarnya anak orang kaya. Para karakter di film ini sangat menarik, dan tanpa banyak pemeran pendukung, sutradara Daniel Goldhaber bisa mengemas film ini secara utuh. Intensitas dan pricing di seluruh film tetap terjaga dari scene pembuka dimana Xochitl menusuk ban sebuah mobil SUV sampai adegan ending yang juga tidak kalah menarik dan cukup satisfying. Goldhaber bisa memacu tingkat ketegangan dan menerapkan efisiensi yang menjadi terlalu langka di film-film mainstream. Tetapi “How to Blow Up a Pipeline” dikemas sebagai film dengan sebuah pesan. Dalam semangat kolektivitas, ini disebut sebagai upaya kelompok. Jika mengingat prolog awal resensi ini, situasi krisis iklim yang semakin hari semakin berbahaya ini membutuhkan urgensi, dan sepertinya quotes “eco-terrorism is self-defense†akan sangat relatable di tahun 2023 ini.
Text by Aldy Kusumah