Kanina adalah singer/songwriter asal Semarang. Kanina sudah cukup prolifik merilis berbagai single di tahun 2019 (‘Lust’, ‘I Survived Christmas’ & ‘Hell/High Water’ ) dan juga di tahun 2020 dengan maxi-single “The Tide is Nigh, I Dim the Light†yang berisi 2 lagu: ‘Soon Doesn’t Like What’s Coming, While Doesn’t Want to Know’’ dan ‘Lament Song’. Setelah merilis debut album pada tahun 2021 bertitel “Ode to all Oddsâ€, akhirnya Kanina merilis albumnya dalam format CD via Disaster Records di tahun 2023. Mari berbincang dengan singer/songwriter ini mengenai lirik-lirik dan tema gelap yang terdapat di debut albumnya.
“Sejujurnya waktu menulis lagu-lagu ini i was not at a good place jadi mungkin ter-refleksi di beberapa lagunya.â€
Halo Kanina! Apa kabar? Sedang sibuk mengerjakan apa saja nih setelah merilis versi CD dari “Ode to all Odds�
Kabar baik! Lagi sibuk ngelarin kuliah dan lagi mulai nabung-nabung materi baru buat album kedua sih sebenarnya..
Lo udah merilis “Ode to all Odds†tahun 2021, kenapa baru merilis versi fisiknya tahun 2023?
Awalnya tuh belum kepikiran sama sekali buat rilis fisik apalagi buat merchandise. Waktu itu cuma pengen rilis digital aja, soalnya jaman sekarang CD, vinyl dan kaset itu kan mostly punya value sebagai collectibles instead of diputar gitu kan. Jadi biar lebih praktis merilis digital aja dulu. Lalu makin kesini ada certain kind of pressure untuk bikin versi fisik, dan waktu itu sempat ngobrol sama mas Ucok Grimloc Records. Awalnya mau ngajuin proposal buat dirilis fisiknya sama Grimloc. Waktu itu mereka sedang ga bisa facilitate intinya. Lalu mas Ucok ngarahin ke mas Vidi dan mas Ody dari Disaster Records.
Lo sebelumnya ngeband di Foolish Commander, apa yang membuat lo memberanikan diri untuk membuat album solo? Dari mana ide dan momen “eureka†tersebut?
Sebenarnya ga ada eureka moment hehe.. Tapi mulai nabung materi solo, pertama bikin single dan karena responnya bagus, jadi rilis single lagi dan kemudian single lagi, lalu setelah merasa materinya cukup untuk sebuah album jadi bikin aja, jadi lebih ke step-by-step process sih dibanding eureka moment..
Judul lagu ‘Hell/High Water’, ‘Heist Costs Money’ dan ‘House of Four Rooms’ seperti terinspirasi dari film. Film-film apa saja yang menginspirasi lo untuk membuat lagu atau lirik?
Hahaha iya ya.. Hmm sepertinya kebetulan aja sih.. Aku suka nonton film, mungkin juga secara gak sadar masuk ke cara aku ngasi judul gitu sih. Sebenernya ga suka nonton film perampokan atau heist, cuma karena itu terminologi film jadi cukup familiar aja sih. Single pertama yang aku bikin (‘Lust’) itu malah yang terinspirasi dari film. Dari film romance yang cukup depressing berjudul “Take This Waltzâ€, dan itu end up jadi lirik di bagian pertama nya. Malah aku belum nonton film “Hell / High Water 
Beberapa lagu seperti mempunyai tema alienasi, grief dan loss. Pada saat menulis dan membuat album ini, hal-hal apa saja yang yang mendorong lo untuk membuat album yang dark seperti ini?
Hahaha.. Hmm apa ya.. Semua yang ditulis di album ini kan produk dari internal thoughts aku, jadi terbawa aja. To be totally honest waktu menulis lagu-lagu ini i was not at a good place jadi mungkin ter-refleksi di beberapa lagunya.
“Mungkin aku lebih nyaman menuliskan pengalaman-pengalaman yang dark and depressing daripada pengalaman-pengalaman yang menyenangkan..â€
Gue pernah membaca sebuah artikel yang membahas kalau Hayao Miyazaki adalah pribadi yang depresif tetapi output karyanya cenderung hopeful dan “cerahâ€. Sedangkan Satoshi Kun (Perfect Blue) adalah pribadi yang ceria tetapi karyanya cenderung gelap dan depressing. Kalau lo sendiri bagaimana?
Gimana yah hehe.. Menjawab pertanyaan itu cukup susah.. Ya maksudnya mungkin aku pun bukan orang yang one-dimensional, ada saat-saat dimana aku memikirkan hal-hal yang depressing, tetapi ada saat-saat lain juga dimana aku ini menjadi periang dan bright gitu. Mungkin aku lebih nyaman menuliskan pengalaman-pengalaman yang dark and depressing daripada pengalaman-pengalaman yang menyenangkan..
Produksi di album ini bagus banget. Siapa saja sih yang turut andil sebagai produser dan lo ajak untuk berkolaborasi dalam mengaransmen album ini? Apa alasan lo memilih para produser ini untuk menggarap “Ode to all Odds�
Di album ini ada 2 produser, produser utamanya itu Mellonzz / Cosmicburp / Luthfi adianto. Terus dia itu produce almost every song di album ini. Di lagu ‘House of Four Rooms’ ini diproduseri Pitra Prabowo / Mac Dalen. Kalau gue jujur banget sih karena mereka itu teman-teman main dan kami memang punya interest in music, juga sering sharing-sharing musik tertentu juga. Cosmicburp punya interest di music production, kalau Mac Dalen itu interest nya lebih ke sound engineering kaya mixing / mastering. Tapi bukan cuma karena mereka teman main dan cocok, tapi karena menurutku mereka really good at what their doing, and they know their shit.
Ada pengaruh rock, soul, trip hop, elektronika dan sedikit gospel di lagu-lagu lo. Bagaimana lo mendeskripsikan album lo ke pendengar yang belum mendengar album ini sebelumnya? Apakah peleburan genre ini memang lo konsepkan atau mengalir begitu saja saat menulis aransmen nya?
Kalau ngejelasin mungkin aku akan propose mereka untuk dengerin dari awal sampai akhir. Kalau cuma dengar satu-dua lagu doang kaya mereka ga akan fully comprehend the whole genre mish-mash thing. Dari awal pun pembuatan album ini bukan direncanakan jadi album, tetapi dari tabungan materi-materi yang sudah ada dan dianggap coherent untuk dimasukin jadi satu album. Dan aku juga dibantu sama 2 produser ini agar secara produksi semua lagunya masih ngeblend..
Lagu ‘and I’m Not Sorry’ bercerita tentang apa? Bisa elaborasi sedikit?
Hmm.. Permukaan nya sih aku menulis lagu itu karena aku ingin mengadvokasi para penyintas sexual assault. Intinya i’m with them, i’ve been there and i’m with them. Lebih ke political stance aja. Here’s my stance, i’m with these people, so if you can’t agree, i don’t want you to hear my songs if that make sense..
Di single ‘Soon Doesn’t Know What’s Coming..’ lo berkolaborasi dengan Aldrian Risjad dari Sajama Cut. Gimana proses penggarapan lagu dan awal terpikir untuk kolaborasi dengan Aldrian?
Kepikir collab sama Aldrian karena personally i’m a fan. Menurutku dia adalah salah satu musisi dan soloist terbaik di angkatan ku. Aku suka juga cara bagaimana dia menulis lagu-lagunya. Karena jarak jauh, semua dilakukan secara online, dimana dia home recording dari Jakarta dan aku juga rekaman di Semarang.
Di epilog lagu ‘Heist Costs Money’ ada beberapa pertanyaan interaktif yang bisa dijawab pendengar. Apa makna dari pertanyaan-pertanyaan tersebut? Tema lagu ini kalau dari sudut pandang Kanina tentang apa?
Inspirasi besarnya itu dari album ‘Candu Cinta’ Aksan Sjuman. Track terakhir album “Realitas Khayal†itu sama dengan spoken words di lagu ‘Candu Cinta’ tapi semua kata cinta nya diganti drugs atau substance gitu. Kalau maknanya aku kepikiran untuk taruh spoken words itu di akhir di parts yang depressing nya. Sebenarnya ini salah satu hal yang misunderstood atau gimana, cuma yang lagu ‘Heist Costs Money’ ini adalah soal prostitusi. Jadi kaya constant battle yang dialami para prostitutes, dimana mereka membutuhkan uang untuk hidup, tetapi mereka tidak bahagia bagaimana mereka mendapatkan uang tersebut.
Lirik dulu atau musik dulu? Apa lo sudah nyaman dalam membuat lirik berbahasa Inggris atau di rilisan selanjutnya akan ada lagu berbahasa Indonesia?
Lirik dulu sih. Biasanya kalau musik nya itu di jahit atau di combine dari beberapa parts yang sudah ada. Aku perform dan rekam dulu di voice notes hp dulu dalam beberapa parts dan akhirnya dijahit jadi satu lagu. Hmm aku sebenarnya sudah nyaman sih nulis lirik bahasa Inggris, dan belum ada urgensi untuk menulis dalam bahasa Indonesia, dan kurang pede juga dalam membuat lirik bahasa Indonesia, jadi bahasa Inggris dulu sementara..
Karena lo berasal dari Semarang, 5 rekomendasi makanan favorit lo di Semarang?
5 rekomendasi makanan di Semarang: Om Ndut (babi panggang gitu), bebek peking dan ayam panggang Pak Gembul, nasi empal Bu Marie, Gohyang Jib (masakan korea authentic gitu), sama Bakmi Karet Alung.
Text by Aldy Kusumah
Photo by Aditya Nugraha @adtn_, @rottenslice & Kanina’s archives