Lose it All kembali lagi dengan sebuah album baru setelah beberapa kali berganti formasi. “Bentala Sirnaâ€, album ketiga-nya yang memiliki tema-tema lirik yang relevan dengan kehidupan di akhir zaman. Mereka kembali dengan racikan aransmen musik ala groove metal Roadrunner Records tahun 2000an. Sebut saja Machine Head, Prong, Soulfly, Slipknot, bahkan Fear Factory dan A Perfect Circle. Tentunya sebuah album metal dengan kover Raden Saleh sangat layak untuk dikoleksi.
Dibuka denganâ€Threnody (Prelude)†yang berdurasi 2:51 detik, intro instrumental yang moody ini dibalut oleh spoken words, seakan menjadi introduksi yang cukup menjelaskan keseluruhan mood dan direction album ini. Track kedua, “Swarm of Apathetic†adalah sebuah track yang groovy, layaknya sebuah lagu groove metal yang jika dirilis pada tahun 2000an awal tidak akan terasa “out of placeâ€. “Surup Dasamuka†memperlihatkan kepiawaian mereka menulis lirik berbahasa Indonesia dengan lirik seperti “Lidah ini setajam belati, mata ini tiada empati!â€. Dengan part chorus bernyanyi yang catchy, pasti lagu ini menjadi salah satu lagu dimana crowd akan sing along di live show mereka.
Track 9, “Coup de Grace†adalah sebuah showmanship yang menunjukkan kualitas permainan para personil Lose it All dan kepiawaian mereka mengulik sound. Coba saja dengarkan lagu ini dengan speaker memadai di volume yang keras. Ross Robinson pun sepertinya akan mengangguk menikmati mixingan lagu ini. Lagu favorit kami di album ini sudah tentu “Manufaktur Siwalingga†yang juga menjadi single utama dari album ini. Dengan aransmen quiet-loud dynamics dan performa mereka yang “tight as hellâ€. Rupanya usaha mereka untuk sedikit “meninggalkan†roots hardcore mereka membuahkan hasil. Semua lagu di album ini sangat catchy, dengan sound mixing dan mastering yang cukup maksimal. Sepertinya, mereka berhasil mengembalikan estetika racikan groove metal ala Roadrunner Records di era tahun 2000an. Rupanya jawaban interview mereka pun selaras dengan konsep yang ingin mereka angkat di album ini: “Saya selalu yakin bahwa revolusi sound itu hanya sebatas pengulangan di setiap dekade dengan pengemasan nya saja yang berbeda.â€
Words by Aldy Kusumah