Saya tidak menyukai terminologi “slowcoreâ€, tetapi saya menyukai representasi dibalik sub-genre ini. Pada tahun 2021, mungkin jarang sekali kita mendengar teman atau media menyebut “slowcore/sadcoreâ€. Tapi pada tahun ‘90an, pada saat genre ini baru muncul, slowcore adalah sebuah sub-genre musik yang dianggap sebagai holy-grail di circle-circle musik underground. Ketika para indie-rockers mulai memangkas setengah BPM mereka, lagu-lagu anthem tidak terdengar lagi: hasilnya adalah lagu-lagu yang terdengar seperti elegi, lullaby atau lagu yang lebih cocok diputar di pemakaman. Tidak seperti sub genre lain yang lahir di akhir ‘80an atau awal ‘90an seperti shoegaze dan grunge, tidak pernah ada selebrasi untuk scene slowcore atau fokus geografis dimana genre ini terpusat. Band-band pionir slowcore seperti Red House Painters, Codeine, Galaxie 500, Low, Pedro The Lion dan Bedhead terbentuk di berbagai kota, jarang melakukan tour bersama dan bahkan tidak saling meminjamkan pedal efek gitar. Tidak ada momen penting dalam movement ini, tidak ada Sex Pistols di Manchester ’76, dan tidak ada festival sadcore.
Â
Â
Tapi ada sebuah kontinuitas sound dan sebuah komitmen untuk memberi ruang bagi lagu untuk bernafas. Minimalisnya efek dan instrumen dengan hanya menampilkan suara-suara esensial. Walaupun beberapa band memiliki track yang terdengar bising, eksperimental dan bahkan cepat, secara struktur dan etos tetap bermain di wilayah ‘slowcore’. Beberapa band revolusioner yang super-pelan ini bahkan merilis albumnya di major label. Tanpa adanya panduan, berbagai band seolah memainkan genre yang sama secara serentak dan warisannya terdengar oleh band-band kontemporer seperti: Cigarettes After Sex, Jesu, Grouper sampai Horse Jumper of Love. Mari kita simak beberapa rilisan slowcore/sadcore terbaik versi team Jeurnals:
Red House Painters – Red House Painters (Rollercoaster) (4AD, 1993)
Â
Sebuah album ikonik yang dipenuhi oleh dream-pop gems, balada penuh penyesalan, lirik sad-bastard ala Mark Kozelek dan lagu-lagu folk yang dramatis, bagi kami album ini adalah karya terbaik Mark Kozelek. Self-titled album ini kadang disebut sebagai album Rollercoaster karena kover artnya, dan agar tidak tertukar dengan rilisan self-titled Red House Painters lainnya yang menampilkan foto jembatan. Dipenuhi oleh track-track fantastis, seperti track pembuka “Grace Cathedral Park†yang catchy, fan-favorite “Mistressâ€, versi akustik dari “New Jersey†dan tentunya “Katy Songâ€, sebuah lagu epik 8 menit yang mendefinisikan term slowcore itu sendiri. Dikemudian hari, proyek-proyek solo Mark Kozelek lebih mengarah ke sound Americana seperti di Benji atau album-album Sun Kil Moon-nya. Mungkin setelah membuat album sedih paling bleak sepanjang masa, yang kamu butuhkan berikutnya adalah menulis lagu yang sedikit lebih ceria. Sepertinya Mark Kozelek sudah mencapai peak-nya di tahun 1993…
Codeine – Frigid Stars (Glitterhouse / Sub Pop, 1990)
Â
Codeine adalah band dari New York, tetapi label Sub Pop yang berasal dari Seattle memutuskan untuk merilis debut album mereka ketika semua orang hanya membicarakan musik grunge. Jika ada album slowcore yang bisa menjadi blueprint atau benchmark bagi para penerusnya, mungkin album inilah yang akan dipilih. Album tertua di list ini, Frigid Stars membuka paradigma baru di sejarah musik. Sebagai sebuah album Frigid Stars adalah album yang indah dan raw disaat yang sama. Setiap feedback dan notasi terlihat sangat dipikirkan. Dari track pembuka “D†yang langsung memperlihatkan mood album ini, slide gitar masif di “Pick-up Song†sound riff gitar droning di “Second Chance†atau lagu akustik “Pea†Frigid Stars akan selalu menjadi album klasik yang obscure. Band Cave-in saja memakai judul lagu Codeine sebagai homage mereka terhadap band obscure ini. Bayangkan saja para crowd yang datang ke gigs Codeine dan berharap mereka seperti band grunge rilisan Sub Pop lainnya.
Galaxie 500 – This is Our Music (Rough Trade, 1990)
Â
Mungkin Galaxie 500 terbentuk ketika Velvet Underground, Big Star dan Feelies di blender jadi satu. Trio dari Boston ini konon pernah meminjam drum set dari Conan ‘O Brien pada saat mereka sedang kuliah di Harvard. Tidak ada yang kurang dari instrumentasi lagu-lagu di album ini, dan tidak ada yang perlu ditambah juga. Galaxie 500 adalah band sempurna yang membuat struktur lagu yang di kemudian hari banyak dicoba oleh band-band lain. Lagu-lagu balada dengan vokal berbisik, drumming minimalis, gitar dreamy dan keyboards berlayer. Album ketiga (dan terakhir) mereka ini juga memiliki produksi terbaik dibandingkan dua album mereka sebelumnya. Kadang sebuah band hanya ditakdirkan untuk membuat 3 album bagus dan meninggalkan pengaruh yang besar. Galaxie 500 adalah salah satu dari band tersebut. Cek saja track “Fourth of July” atau â€Summertimeâ€.
Bedhead – WhatFunLifeWas (Trance Syndicate, 1993)
Â
Bedhead adalah proyek kakak-beradik Matt dan Bubba Kadane, yang merilis 3 album selama medio ‘90an, dimana ketiga album tersebut menggunakan sound yang identik dan artwork minimalis. Lagu-lagu mereka cenderung bertempo pelan, teknikal dan sedikit noisy. Dinamisme ini membuat Bedhead tidak enak didengar di tempat ramai, karena kadang pendengar harus membesarkan volume untuk mendengar part-part pelan mereka, dan harus menurunkan volume kembali saat parts berisiknya masuk. Setting terbaik untuk mendengarkan Bedhead adalah dengan headphones di rumahmu agar bisa menikmati setiap detailnya. Album kedua mereka Bedhead’d adalah yang paling aksesibel, sementara album ketiga dan terakhir mereka, Transaction de Novo, adalah yang paling eksperimental. WhatFunLifeWas adalah perpaduan terbaik dari kedua album tersebut: catchy dan eksperimental di saat yang sama. Key tracks: “Haywireâ€, “Living Wellâ€, “Bedside Table†dan “Powderâ€.
Seam – Are You Driving Me Crazy? (City Slang / Touch and Go, 1995)
Â
Band yang dibentuk tahun 1990 ini hampir berganti formasi di setiap rilisannya, dengan pengecualian Sooyoung Park (eks-vokalis band post-hardcore Bitch Magnet) sebagai satu-satunya member inti. Sudah jelas pengaruh Park sangat besar terhadap direksi band ini, dan sound mereka dari The Problem With Me (1993) tetap konsisten sampai Are You Driving Me Crazy? (1995) ini. Padahal semua member diganti dan hanya Park saja yang bertahan. Jika dibandingkan band lain di list ini, Seam lebih terasa sound indie rock ’90an-nya daripada slowcore tipikal, juga dari struktur dinamik keras-pelan setiap lagunya. Seam pun akan menarik bagi para penggemar post-hardcore, karena hook-hook catchy yang mereka mainkan di album ini memang memiliki energi yang sama dengan struktur lagu post-hardcore. Vokal berbisik Park menjadi benang merah disini, dan Seam bagi saya adalah band slowcore yang “menyamar†sebagai band rock, tanpa pernah mengeksekusi titik rocking out, tapi malah menahan diri dan membawa pendengar ke poin-poin yang lebih pelan. Key tracks: “Berlitzâ€, “Two is Enough†dan “Rainy Seasonâ€.
Karate – Karate (Southern, 1996)
Â
Sebuah anomali dalam katalog indie-rock/slowcore, Karate adalah proyek dari Geoff Farina dan Gavin McCarthy, lulusan Berklee college of music. Band asal Boston ini memainkan post-hardcore dengan pengaruh jazz. Seiring waktu, Karate menjadi lebih pelan dan berevolusi menjadi band post-rock yang jazzy. Album self-titled pertama mereka ini adalah perpaduan seimbang antara influens punk dan soundtrack basian. “If You Can Hold Your Breath†adalah Fugazi dengan ritme yang asik tanpa harus melepaskan agresi mereka, sementara “Trophy†adalah lagu punk straightforward. Track favorit saya, “What is Sleep†adalah sebuah track yang meditatif dan bernuansa midwest-emo, dan “Bad Tattoo†adalah beat menarik dan energi mentah yang tidak pernah mencapai klimaks, tetapi lebih memilih untuk bereksperimen dengan ritme dan beat-beat sinkop. Perfeksionisme dan kompulsifnya Karate terlihat dari pada saat mereka memberi judul rilisan terakhirnya yang pada awalnya dinamai “594†sebagai album live dari panggung ke 594 mereka. Ketika Gavin McCarthy menemukan flyer untuk pertunjukkan awal mereka yang terlupakan, band ini langsung merubah judulnya menjadi “595â€.Â
Duster – Contemporary Movement (Up Records, 2000)
Â
Jika Codeine meredefinisikan slowcore sebagai “punkâ€, maka Duster adalah duta besar musik lo-fi. Output musik mereka sangat minimal, dengan hanya membuat dua album saja sepanjang karir mereka. Contemporary Movement adalah album kedua dan terakhir mereka yang melibatkan personil baru Jason Albertini dalam input kreatifnya. Kini dengan formasi trio yang solid, album final mereka ini berhasil menjadi salah satu masterpiece slowcore/sadcore. Tidak ada petualangan gitar reverb dreamy seperti album slowcore lainnya, Duster memilih untuk lebih menenangkan ketimbang menjadi dreamy. Album ini berisi 13 lagu yang dipenuhi tone gitar keren, produksi maksimal, track instrumental yang nendang dan tentunya track-track seperti “Me and the Birdsâ€, â€Everything You See (is Your Own)â€Â dan “Operations†yang akan membuat telunjukmu kembali menekan tombol repeat.Â
Low – I Could Live in Hope (Vernon Yard Recordings, 1994)
Alan Sparhawk dan Mimi Parker adalah foto yang tepat ditaruh di ensiklopedia disebelah definisi slowcore. Low adalah band dengan output masif, belasan album dan penggemar di seluruh dunia. Yep, mereka adalah poster child genre slowcore itu sendiri. Cigarettes After Sex berhasil mencuri sound gitar Alan Sparhawk dan membawanya ke level yang lain. “Wordsâ€, track favorit saya di album ini adalah salah satu lagu yang sering mereka bawakan secara live sebagai lagu pembuka. Setelah eksis selama 2 dekade, lagu itu masih terasa konsisten dengan rilisan-rilisan terakhir mereka seperti The Great Destroyer atau Guns and Drums. “Drag†juga merupakan track yang cukup stand out. Cukup sulit memilih album terbaik Low karena begitu banyaknya rilisan mereka, dan tidak semua juga saya dengarkan. Tetapi slowcore tidak akan sama tanpa Low dan album I Could Live in Hope. Sebuah rilisan yang sangat esensial.
Pedro the Lion – It’s Hard To Find A Friend (Made in Mexico / Jade Tree, 1998/2001)
Â
David Bazan adalah sebuah anomali dalam label emo Jade Tree. Identitas awalnya berasal dari lagu-lagu akustik lo-fi, yang kemudian berkembang menjadi indie rock berbalut vokal Bazan yang serak pada saat merilis Control di tahun 2000. Lirik Bazan seolah bercerita, dimana sebuah lagu terasa seperti satu bagian chapter dari bukunya yang berbentuk sebuah album. Tema-tema yang dipenuhi pengakuan jujur dan reflektif, tetapi kadang juga bercerita secara mendetail seperti headline koran mengenai tema-tema alienasi, atau kasus bunuh diri seorang ibu tunggal di lagu “June 18 1976â€. Hasilnya adalah lagu-lagu yang tidak seabstrak Low dan juga tidak se-gelap Red House Painters. Album debut Bazan ini adalah sebuah formulasi tepat untuk kamu yang menyukai slowcore (“Of Up and Coming Monarchsâ€), lo-fi indie-rock (“Big Trucksâ€), midwest-emo (“Bad Diary Daysâ€) dan sedikit gitar Americana yang jangly (“Suspect Fled the Sceneâ€). Penggalan lirik berikut mungkin dapat menggambarkan mood album ini: “I treated you like a princess, you treated me like a copâ€.
Death Cab For Cutie – Stability EP (Barsuk, 2002)
Â
Pada era sebelum Death Cab terkenal gara-gara serial TV remaja The OC, mereka masih touring bareng Pedro the Lion dan Dismemberment Plan. Mereka sempat merilis sebuah EP menarik. Hanya ada 3 lagu di EP ini. Dibuka dengan “20th Century Towers†yang repetetif dengan vokal Ben Gibbard era sebelum The Postal Service. Track kedua adalah sebuah kover lagu Bjork “All is Full of Love†yang sangat membius dengan drumming dan beat uniknya. Tetapi inti dari Stability EP ini adalah lagu penutup 12 menit dyang berjudul “Stabilityâ€, yang menjadi salah satu lagu terbaik Death Cab sebelum Transatlanticism ditulis. Walaupun ini adalah B-side dari rilisan 2001 mereka yang spektakuler (The Photo Album), track Stability pun muncul lagi di album 2005 mereka yang bertajuk Plans, berganti nama menjadi Stable Song dengan durasi pendek yang bisa masuk ke radio. Sangat terlihat pengaruh besar Low ke dalam lagu-lagu Death Cab di album The Photo Album dan Stability EP. Fun fact: Death Cab sempat touring dengan Low untuk mempromosikan Plans, dan Gibbard pun sempat bermain bass saat Low perform membawakan “Wordsâ€.
Early Day Miners – Let Us Garlands Bring (Secretly Canadian, 2002)
Â
Salah satu album obscure dan low-key. Pengaruh shoegaze Inggris dan post-rock Texas sangat terasa kental di album Let Us Garlands Bring ini. Instrumentasi yang kaya, produksi megah dan aransmen yang cerdik menghiasi rilisan ini. Drum repetetif, gitar clean dan harmonica. Ya, ini adalah slowcore dengan pendekatan post-rock. Early Day Miners mungkin berada di posisi tengah diantara Mogwai dan Godspeed! You Black Emperor, dan sepertinya mereka sudah nyaman berada disitu. Eksperimental, tetapi tidak heavy dan tetap catchy. Let Us Garlands Bring adalah sebuah instant classic. Let Us Garlands Bring adalah angin segar ketika kamu membuka jendela mobilmu. Key tracks: “Santa Carolinaâ€, “Centralia†dan “A Common Wealthâ€.Â
Idaho – Three Sheets to the Wind (Caroline, 1996)
Â
Album ini bisa dengan gampangnya saya masukkan ke 10 album terbaik yang pernah saya dengarkan. Idaho adalah band dari California, dan tidak seperti band-band California lainya, mereka bergenre slowcore. Jeff Martin, satu-satunya personil Idaho yang terlibat di seluruh albumnya adalah penulis utama lagu-agu Idaho sekaligus vokalis dan multi-instrumentalis. Mungkin album Three Sheets to the Wind ini adalah album yang paling aksesibel diantara album-album lain di list ini. Tidak seperti album dengan formula slowcore lainnya, album ini adalah album Idaho yang lebih rock oriented dan menampilkan sound yang lebih “nge-bandâ€. Dengan lirik-lirik introspektif dan dominasi gitar atau piano, Jeff Martin berhasil menampilkan sound lush yang dreamy, dengan nuansa soundscape minimalis tetapi tetap rocking out. Beberapa track terdengar seperti berada diantara sound shoegaze (My Bloody Valentine, Drop Nineteens) dan musik grunge/rock awal ’90an (Bush, Nirvana, Sonic Youth). Beberapa track pelannya terdengar seperti American Music Club atau Low. Kalau kalian ingin memulai mendengarkan slowcore, mungkin album ini adalah tempat yang tepat untuk memulainya. Coba saja dengarkan “Stare at the Skyâ€.