Dari film tentang Nicolas Cage yang murka kehilangan babi piaraan-nya, body-horror ala David Cronenberg, legenda medieval tentang King Arthur dari A24 sampai team super-villain yang melawan kaiju, berikut adalah beberapa rekomendasi film-film pilihan JEURNALS untuk menemani weekend-mu…
The Suicide Squad (Dir. James Gunn)
Â
Lupakanlah Suicide Squad (2016) yang disutradarai oleh David Ayer. James Gunn, sutradara Guardians of the Galaxy membelot sebentar ke DC untuk mendirect “The Suicide Squadâ€. Ya, penekanan pada kata “Theâ€. Bukanlah prekuel, bukan juga sekuel, film ini dibuat seolah James Gunn tidak pernah menganggap Suicide Squad versi David Ayer eksis. Dengan diberinya kebebasan penuh atas input dan output kreatif, James Gunn akhirnya bisa membuat film “superhero†ala James Gunn: Sadis, tidak terlalu serius, visual yang bombastis, dan banyak mengangkat tema-tema serius dibaliknya, tapi tetap FUN. Plot yang menyerupai film perang ala Platoon ini diisi oleh karakter-karakter obscure DC comics seperti Ratcatcher 2, Polka Dot Man, T.D.K., Bloodsport, Peacemaker sampai Starro The Conqueror. Dengan humor dan tingkat kesadisan yang cukup tinggi, ini adalah sebuah film superhero, eh, supervillain yang berbeda. Tapi dibalik semua tema anti hero yang aneh itu, tanpa disangka beberapa scene terbaik di film ini justru malah bisa menyentuh emosi penonton. Lupakanlah The Avengers, The Suicide Squad is one of the best anti hero films ever made.
Bad Trip (Dir. Kitao Sakurai)
Â
Untuk sebuah film penuh dengan gimmick hidden camera, Bad Trip karya Kitao Sakurai (dan produser Jackass, Jeff Tremaine) cukup menyenangkan dan fresh. Walaupun diselipi sedikit bumbu drama, 90% yang kamu lihat disini adalah orang-orang yang kena prank dan tertangkap kamera tersembunyi. Walaupun kadang komedi-komedi prank seperti ini membuat orang-orang tidak bersalah terlihat tolol, disini malah sebaliknya: banyak orang yang malah mencoba membantu atau menolong komedian Eric Andre, pemeran utama di film ini, agar tidak terlihat tolol. Dari 5 menit pertama saja saya sudah dibuat terpingkal oleh kelakar Eric Andre di sebuah scene tempat cuci mobil. Uniknya para “korban†prank disini terlihat sangat toleran (walau ada beberapa yang terlihat asshole). Sambil menunggu Jackass Forever, tidak ada salahnya untuk pemanasan dulu dengan yang satu ini.
Pig (Dir. Michael Sarnoski)
Â
Â
Nicolas Cage kembali lagi, kali ini dengan Pig yang critically acclaimed dimana-mana. Tidak lagi berakting over-the-top seperti biasanya, kali ini Nicolas Cage seolah bertransformasi menjadi versi terbaik dari dirinya. Plot-nya cukup sederhana: Nicolas Cage telah mempersembahkan performa terbaiknya disini dengan berperan sebagai seorang chef yang menjadi penyendiri dan tinggal di hutan bersama piaraan babi kesayangannya. Setelah babinya dicuri, dia kembali ke kota untuk mencari babinya yang hilang. Tapi ini bukan film revenge ala John Wick, lebih seperti cerita fabel dibandingkan sebuah film genre. Sutradara Michael Sarnoski tidak mengambil langkah plot balas dendam standar disini, seolah menghancurkan ekspektasi para penonton. Ini adalah sebuah perjalanan yang menyentuh, metaforik dan penuh dengan filosofi-filosofi eksistensial. Penonton akan dibawa dari restoran mahal ke tempat perkelahian bawah tanah. Kekuatan makanan untuk menyembuhkan dan melepas emosi-emosi yang lama tertahan seolah mengalir menjadi tema sentral film ini. Pig adalah sebuah cerita mengenai bagaimana kita akan kehilangan semua hal yang kita sayangi sampai kita sendiri akan menghilang pada akhirnya.
Nobody (Dir.Ilya Naishuller)
Â
Â
Bob Odenkirk, pemeran utama serial Better Call Saul kali ini bertransformasi menjadi seorang ayah yang tinggal di daerah suburbia, dan tiba-tiba berurusan dengan mafia Rusia. Disutradarai oleh Ilya Naishuller (sutradara film action first-person, Hardcore Henry) dan diproduseri oleh David Leitch (John Wick, Deadpool 2), sudah tentu ini adalah film action kinetik ala John Wick. Dalam beberapa adegan pun sepertinya film ini ada di universe yang sama dengan John Wick, karena penulis skripnya pun David Kolstad (screenwriter John Wick). Overall, sebuah film action yang entertaining dengan koreografi dan set-pieces menarik. Dengan ramuan yang sudah berhasil di franchise John Wick, tentunya Nobody pun akan bisa menjadi franchise yang menarik di kemudian hari. Melihat Bob Odenkirk bertarung dan menjadi survivalist yang resilient tentunya sangat menarik, dan bahkan lebih unik dibandingkan melihat jagoan-jagoan tipikal seperti Liam Neeson atau Stallone…
A Quiet Place: Part II (Dir. John Krasinski)
Â
Â
Sekuel film horror invasi-alien karya John Krasinski ini memiliki intensitas yang sama dengan prekuelnya yang dirilis pada tahun 2018. Dibuka dengan flashback hari pertama alien-alien tersebut datang ke kota Millbrook, lalu tanpa jeda meneruskan story arc yang berakhir di ending film pertamanya. Setelah kematian suaminya, Evelyn Abbott (Emily Blunt) berjuang untuk mencari tempat aman untuk anak-anaknya: Regan (Millicent Simmonds), Marcus (Noah Jupe), dan bayi nya yang baru lahir. Dengan tambahan cast Cillian Murphy sebagai Emmett yang labil, film ini semakin menarik. Krasinski menyutradarai dengan penuh percaya diri. Permainan suara yang keren di film ini (dikarenakan para karakter tidak bisa bebas berbicara) benar-benar menjadi komoditas utama, karena berbagai pesan harus disampaikan secara visual melalui bahasa sinema. Dibalik semua jumpscares dan performa para aktornya, yang membuat A Quiet Place Part II spesial adalah pacing film ini yang terasa begitu pas, ditangan seorang filmmaker yang handal.
The Green Knight (Dir. David Lowery)
Â
Â
Interpretasi David Lowery terhadap cerita klasik legenda King Arthur ini benar-benar di dekonstruksi olehnya. Lagi-lagi di tangan rumah produksi/distribusi A24 (yang sukses dengan film-film seperti Hereditary, Midsommar, The VVitch) tentunya teknik marketingnya pun akan sedikit unik. Di beberapa bioskop pun hanya ditulis “Dev Patel memegang kapak†pada papan iklannya. Ketika suatu makhluk misterius yang berbentuk seperti pohon muncul, Gawain (Dev Patel) pun mengejar sosok tersebut yang disebut sebagai “Green Knightâ€, walaupun dia tahu bahwa ini adalah misi yang akan membahayakan nyawanya. Sebuah cerita fantasi dengan visual indah yang membiarkan penonton memiliki interpretasi masing-masing mengenai tema sentralnya. Mungkin para penggemar film medieval-fantasy ala Excalibur (1981), Legend (1985) atau The Princess Bride (1987) akan menikmati film ini.
Titane (Dir. Julia Ducournau)
Â
Setelah membuat film tentang seorang kanibal dengan “Rawâ€, Julia Ducournau kembali mendorong titik-titik ekstrim dan kecintaannya pada sinema. Pada bagian awal film Titane sulit untuk membedakan apakah kita sedang melihat film paling gila tentang “keluarga†atau film paling romantis mengenai seorang pembunuh seri yang “bercinta†dengan mobilnya. Pada bagian-bagian selanjutnya film ini, sudah jelas bahwa film ini adalah kombinasi dari keduanya; sebuah film yang sangat “fucked up†dan sekaligus romantis pada saat yang sama. Ya, film ini tidak bisa menjadi salah satu aspek tanpa aspek lainnya. Apapun itu hasilnya, tidak bisa dipungkiri kalau Titane adalah sebuah karya dari visioner nyentrik yang memegang kendali penuh atas imajinasinya. Anggap saja Titane seperti anak dari film body-horror karya David Cronenberg yang berjudul “Crash†dengan karya gila Shinya Tsukamoto “Tetsuo: The Iron Manâ€. Film ini juga memenangkan penghargaan Palme d’Or (mengalahkan The French Dispatch-nya Wes Anderson), penghargaan tertinggi di festival film Cannes.
Words & curated by team JEURNALS