Selain menjadi frontman band garage-punk, Eka Annash juga membuat sebuah channel Youtube yang bernama Diskas Media. Setelah 10 tahun tidak membuat album, Eka dan The Brandals kembali dengan album barunya “Era Agressor (2021)â€. Mari berbincang dengan Eka mengenai band post punk nya yang tampil di Boiler Room, perubahan ke nama awal BRNDLS menjadi The Brandals dan buruknya kebijakan-kebijakan pemerintah.
Halo Eka apa kabar? Terakhir gue interview The Brandals masih yang formasi original lineup ya. Bagaimana dengan formasi BRNDLS sekarang, apakah banyak perbedaan dengan yang dulu?
Formasi yang lama dengan yang sekarang udah jelas berbeda soalnya kita ngomongin karakter, personality dan cara bermain yang berbeda. Di album DGNR8 (2011) basically udah formasi baru dan konsep musik yang lebih eksperimen, jadi perubahan sebenernya udah mulai terjadi dari tahun 2011. 3 album sebelum itu masih formasi klasik yang tadi lu bilang ya; ada Bayu, Tony, almarhum Rully dan juga Dodi. Di DGNR8 album keempat kita mulai eksperimen dengan 2 personil baru PM sama Radit. Kita ubah aja sekalian menjadi identitas baru. Terjadi gap 10 tahun di 2021 udah ada Firman (Teenage Death Star) sebagai drummer. Jadi kita ngomongin approach dari 5 kepala berbeda yang pada akhirnya mempunyai output berbeda di setiap fase nya.
Lo juga sempat main di Boiler Room ya dengan Kareem Soenharjo (BAP / Bapak), memainkan musik yang sedikit post-punk/noise rock. Bagaimana kolaborasi itu terjadi? Apakah akan direkam juga materi-materi nya?
Kalau sama si Kareem itu namanya The Bosens. Mungkin dia adaptasi dari Boredoms yang band Jepang itu. Dia inisiatornya. Kareem punya teman-teman yang tinggal di London dan mereka punya afiliasi sama team Boiler Room disana. Mereka punya program Respect the Elders. Semacam program kolaborasi antar genre, antar musisi yang berbeda generasi. Mereka nawarin Kareem untuk terlibat dan dia nawarin ke gue akhirnya. “Bang mau ikut ga programnya Boiler Room?â€. Ya gue terimalah dengan sukacita, gila kapan lagi main di Boiler Room walaupun cuma online streaming.
Gue juga sebelumnya pernah ngundang dia ke channel gue Diskas Media untuk interview. Gue juga penggemar musik dia, karena dia salah satu musisi lokal yang paling prolific dan produktif ya. Jadi diajak dia tuh menurut gue satu kehormatan banget. Kita ngajak Ariel drummernya Bedchamber. Kita bertiga mainin noise rock sih kayaknya. Template nya sih sebenarnya dia pengen kaya Death From Above 1979 sama beberapa band Jepang kaya Boredoms dan Otoboke Beaver. Anyway misi kita itu adalah membuat noise outfit yang paling berisik dan kita bikin 3 lagu yang terdokumentasikan di Youtube tersebut. Kayanya ga ada omongan untuk direkam dan dirilis, itu cuma proyek one-off aja sih..
Videoklip Preambule BRNDLS ini lo kan yang direct? Gimana konsep awalnya menggabungkan estetika raksasa ala Ultraman dengan situasi Indonesia sekarang?
Ya betul itu debut gue sebagai director video klip. Gue kan kerja di iklan udah lama biasa direct untuk TV cuma untuk band sendiri baru pertama kali hehehe. Tapi gue akan jujur itu terinspirasi dari klipnya Coldplay yang Up&Up. Di Youtube Maternal udah banyak yang komen oh ini dari Up&Up ya memang dari situ gue akui aja, come clean. Gue terinspirasi dari mereka secara visual tapi implementasinya mau gue bawa ke konteks Indonesia. Dalam artian gue pengen menyorot kejadian, situasi dan insiden buruk yang terjadi di Indonesia dan bagaimana dampaknya bila itu semua terus dibiarkan terjadi. Pembakaran hutan, Bentrok SARA, agama, antar golongan politik, perusakan alam, macem-macem lah ya situasi yang tergambarkan di video itu. Indonesia bisa aja hancur seperti Syria kalau itu semua dibiarkan terjadi. Negara yang terpecah belah gara-gara perang saudara, bencana alam yang terjadi karena alamnya ga dijaga. Pesan-pesan yang mulia sih cuma gue pengan ngebungkus dengan cara kontemporer untuk memprovokasi biar kita semua tersadar kita punya tugas dan tanggung-jawab untuk Indonesia. Mayoritas 80% syuting green screen ya. Dibantu sama PH lokal Hero bersama teamnya yang menampung semua ke BM an gue dan hasilnya kita sangat puas. Hasil kerjasama team yang baiklah intinya.
7 tahun yang lalu lo juga pernah bikin single Abrasi ya, yang menggabungkan rock dengan hip hop, dengan adanya kolaborasi dengan dedengkot hip hop Morgue Vanguard (Herry “Ucok†Sutresna). Bisa elaborasi sedikit mengenai kolaborasi tersebut dan juga video klipnya yang di-direct oleh Anton Ismael?
Kalau ngomongin Abrasi adalah single dari album keempat DGNR8 (2011). Kita ganti nama dari The Brandals jadi BRNDLS (walaupun ga permanen), ganti personil, dan mulai bereksperimen dengan sound yang diluar comfort zone kita. Awalnya ditawarin oleh Joseph “Iyub†Saryuf (Sinjitos / Santamonica) untuk jadi roster label dia. Pertama kali juga bekerja dengan produser. Dia yang berjasa untuk nunjukin kita ke pintu-pintu eksperimental yang kita ga tau sebelumnya kalau opsi-opsi tersebut itu ada. Walaupun karakter Brandals sebagai band rock n roll juga tetap ada.
Ada banyak lagu yang dirombak dia dari demo yang masih raw seperti punk, dan akhirnya di produce menjadi Abrasi. Karakter post punk, gitar minimalis, bass dan drum lebh prominent. Ada influence elektronik dan hip hop. Ada bagian gap kosong panjang ditengah, Iyub dan Beben bilang ini bagus diisi rap nih. Kata mereka “elu band rock berbahaya, harus diisi sama MC yang berbahaya jugaâ€. Kalau ngomongin MC yang berbahaya di Indonesia, ga ada lagi selain si Ucok hahaha. Alhamdulillah dia menyambut dengan baik. Bahkan kata Ucok sendiri itu kolaborasi pertama dia dengan band rock selain metal dan hardcore. Untuk klipnya sendiri itu mas Anton Ismael yang datang ke kita dan offer karena dia suka banget sama lagunya. Setau gue dia ga sembarangan terima order, cara kerja dia ga kaya gitu. Seinget gue kita tuh ga keluar budget karena dia udah punya konsepnya dan itu merupakan passion project dia.
“Gue sendiri penikmat semua musik, tapi gue agak fasis kalau soal musik hahaha”
Gue selalu inget sama The (International) Noise Conspiracy kalau dengerin The Brandals. Kalau lo sendiri sebenernya lagi dengerin apa aja pas menggarap album Era Agressor?
Ya The (International) Noise dan Refused sudah lama kita dengerin dan menjadi reference. Tapi ada satu band underrated yang konsepnya dicuri sama The (International) Noise, namanya The Make-up. Mereka dari Washington DC dan labelnya Dischord Records. Mereka ngebawa konsep sosialisme dan konteks politik di musiknya. Anyway kalau kita sendiri untuk album ini ngambil influence secara organik. Brandals itu band jamming pada intinya. Kita rekam pakai handphone dan kita pilih best partnya lalu kita jahit satu-satu. Lalu pas ngerjain mixing baru kita ambil reference kaya misal oh gitar untuk lagu ini bagus kaya gini nih. Karakter soundnya seperti lagu ini. Era Agressor sendiri lebih ke post-punk, yang justru keluar dari pakem rock n roll. Ini adalah album yang pengen kita bikin sejak awal DGNR8. Bass dan drum prominent di depan, punk influence, gitar minimalis.
Into Madness dan Black Pages kita ambil referensi dari David Bowie Young Americans yang banyak ngambil motown soul. Komposisi groove bass nya terinspirasi dari situ. Way Down Below kita ambil komposisi Gang Of Four, band post-punk Inggris. Ketukan stacattonya, scratch-scratch kasar. Ada juga groove ala Josh Homme seperti Queens of the Stone Age. Bisa dibikin jogetlah, dia bikin ritem enak banget. Lagu Momentum kita ambil aura dingin dan gelap ala Joy Division dan band-band Factory Records. Jadi ada banyak influence yang kita ambil terutama saat proses mixing dan mastering. Kalo gue sendiri penikmat semua musik, tapi gue agak fasis kalau soal musik hahaha. Gue denger semua musik tapi cuma yang menurut gue bagus. Jelek dan bagusnya versi gue pastinya. Tapi gue kagum dengan perkembangan musik lokal 5 tahun terakhir ini, kaya BAP dan Bapak menurut gue gokil banget sih. Ada Streetwalker band stoner Jakarta juga keren banget. Trio funk Mad Mad Men, trio funk masih muda tapi jenius skillnya. Jason Ranti gue suka lirik-liriknya. Amerta, Avhath, Tarrkam, Total Jerks, Taring dari Bandung, Rollfast. Gue lahap semua tuh. Gue juga sangat-sangat terinspirasi sama mereka.
Top 5 band favorit lo apa aja?
Fugazi
Sex Pistols
Guns N Roses
David Bowie
The Cramps
Tema-tema lirik apa aja yang ingin lo sampaikan di Era Agressor?
Menurut gue Era Agressor ini adalah album Brandals yang paling politikal. 10 tahun sejak rilis DGNR8, practically Indonesia tuh udah melalui banyak insiden dan dinamika sosial-politik. Dan elu sebagai warga negara ga bisa escape, selalu bersinggungan seperti dicekokin ke mulut lu on a daily basis. Gue ga bisa lagi sih nulis hal lain selain dari apa yang gue alamin dan gue liat, which is kejadian-kejadian sosio-politik ini. Dan semua ini tentunya berpengaruh sama hidup gue, keluarga gue, temen-temen gue, dan semua di sekeliling gue. Itu jadi porsi hampir 70% konten dan berita yang kita konsumsi setiap hari.
Gue dan temen-temen Brandals yang lain datang dari kelas pekerja middle-class yang terdampak banget dengan kondisi-kondisi ini. Dari pemilihan presiden, kebijakan-kebijakan pemerintah otoriter yang dibikin untuk rakyatnya dan mayoritas merugikan kita. Secara sadar ga sadar pasti mempengaruhi gue dalam menulis lirik. Kenapa gue kasi judul Era Agressor karena album ini lahir dari era kekerasan. Hampir semua kasus dan insiden di negara kita diselesaikan dengan cara kekerasan. Itu kira-kira genesis atau bibit dari album ini.
2 tahun terakhir ini kan banyak sekali musibah dalam skala global. Bagaimana relevansi Era Agressor dengan semua itu?
Iya betul 2 tahun terakhir ini kan musibah on a global scale, pandemi yang terjadi di seluruh dunia pastinya jadi tantangan untuk semua negara untuk mencari solusinya. Semua negara kacau balau, banyak terlihat pemerintah otoriter yang masih meraba-raba, bahkan sampai sekarang masih dalam tahap mencoba kebijakan. Gue yakin belum ada formula yang ideal untuk menanggulangi pandemi ini. Setiap negara ada masalah dan isu yang berbeda. Jadi emang kondisi ini jadi testing ground buat kita semua. Tapi koneksi ke album ini lebih menyorot ke Indonesia aja sih, soalnya relevansinya ya gue tinggal disini dan 2 tahun ini kita terkurung dirumah dengan pergerakan terbatas. Konteksnya tentang Indonesia walaupun ada beberapa lagu bahasa Inggris. Ada juga lagu yang berjudul The Truth is Coming Out. Bercerita tentang konspirasi-konspirasi yang terjadi tetapi pada akhirnya kebenaran akan terbuka juga. Kita kerjasama sama Kontras untuk video klipnya, mengenai para pembela HAM yang dihilangkan atau dibunuh.
“Hampir semua kasus dan insiden di negara kita diselesaikan dengan cara kekerasan”
Lo juga bikin Diskas Media kan, channel interview yang mengupas subkultur musik, fashion dan lain-lain. Bagaimana cerita dibalik Diskas Media? Dalam sesi tanya jawab apakah lo lebih prefer menjadi narasumber atau interviewer?
Sebenernya Diskas terjadi secara tidak sengaja. Gue sebenernya punya cita-cita untuk mempunyasi suatu media atau portal berita yang menyajikan berita-berita alternatif. Tapi bentuknya bukan format interview. Tiba-tiba ditengah pandemi ada penggemar Brandals namanya Aflah, yang sampai sekarang ngebantu gue ngejalanin Diskas Media. Kata dia Jimi dan Buluk bikin channel interview kenapa lo ga bikin? Gue pikir udah ada mereka ngapain bikin lagi yang seperti ini? Tapi akhirnya kita eksekusi, dan di edisi pertama kita ngajak Jimi sama Sir Dandy. Ternyata gue sadar betapa sulitnya jadi host atau pewawancara. Sebenernya gue dari dulu kerja broadcasting di radio, sempet jadi penyiar, proses tanya jawab itu bukan hal baru. Tapi begitu kita ditodong kamera dan ekspresi muka kita kelihatan, gue jadi self-conscious banget. Jadi bloon lagi hahaha. Kalau lo lihat beberapa episode Diskas pertama gue kelihatan banget nervous nya, jadi bloon. Tapi justru itu jadi challenge buat gue. Betapa sulitnya menjadi seorang vlogger atau konten kreator. Mereka yang yang ngomong sendiri dengan pede di Instagram atau Tiktok itu gila sih. Kita bisa aja ngetawain mereka tapi lo coba lu duduk depan kamera dan seolah ada penonton disitu. Itu susah banget, gue angkat jempol sih buat mereka. Terutama yang kontennya bermanfaat. Kalau lu komparasi mungkin channel gue yang paling dikit ya subscribers nya, tapi ga masalah karena tujuan gue cuma untuk menggali insight atau pengalaman hidup narasumber. Dan semoga bisa menginspirasi para viewersnya.
Interviews by Aldy Kusumah
Photos by Eka Annash archive’s