Perunggu adalah trio indie-rock asal Ibu kota yang cukup menarik perhatian saya sejak mereka merilis single ‘Biang Lara’ dan ‘Tarung Bebas’ yang begitu fresh dan powerful dalam waktu yang sama. Tidak berlebihan apabila menurut kami band ini sangat menjanjikan dan bisa menjadi besar untuk meramaikan ekosistem musik Indonesia. Bila kemudian waktu band ini tidak besar dan tetap menjadi “underdogâ€, maka ada yang salah dengan industri musik Indonesia. Tetapi seperti nama band nya, Perunggu memang sudah nyaman menjadi “underdog†dan tidak membutuhkan pengakuan, karena mereka nyaman dan enjoy dengan situasi apapun yang terjadi. Untuk para penggemar Death Cab For Cutie, Band of Horses & Silversun Pickups dengan sensibilitas pop Indonesia, kalian harus menyimak band yang satu ini. Most of the times, kita selalu roots for the underdogs dalam film, buku atau bahkan musik. Mari sedikit berbincang dengan para self-proclaimed underdogs ini.
Halo Adam (bass & vokal), Ildo (drums & vokal) dan Maul (vokal & guitar). Apa kabar Perunggu? Kabarnya sedang mempersiapkan album baru ya?
Adam: Halooo mas Aldy. Salam kenal!
Nando Maulana: Nah aman hadir semua ehehe.. Sehat walafiat baik dan happy semua, habis nonton bareng konser virtual nya Death Cab For Cutie semalem di Red Rock hehehe. Betul, kami lagi di fase post-production buat debut album nih
Adam: Iya sambil studi banding..
Nando Maulana: Mas Aldy gimana kabarnya? Kami fans berat Jolly Jumper dan tulisan-tulisan Mas Aldy era Ripple dulu. So its a huge huge pleasure bisa ngobrol bareng hehehehe.
Ildo: Sehat alhamdulillah. Betul kita lagi proses mixing mastering. Doakan segera rampung hehe..
Thanks! It’s a huge pleasure too! By the way, Single terbaru kalian yang ‘Tarung Bebas’ terdengar lebih rocking out dari lagu-lagu kalian yang lain. Apa tema lagu dan konsep aransmen lagu tersebut?
Â
Nando Maulana: Wahaha kedengarannya begitu ya? Mantep deh. Jadi memang kami doyan musik kenceng juga sebenarnya. Dan waktu proses ngumpulin demo buat album baru, somehow kebikin lah si lagu ‘Tarung Bebas’ ini begitu saja. Proses rekamannya cepet banget juga tanpa tedeng aling-aling. Secara tema sih si ‘Tarung Bebas’ ini semacam subset dari tema keseluruhan album kami nantinya, irisan-irisan dalam keseharian. Tentang gimana caranya buat bisa bebas. Karena gue sendiri demen sama istilah ‘Tarung Bebas’, karena pas dibaca tuh itu entah lo harus bertarung dengan bebas, atau lo harus bertarung agar bisa bebas.
____________________________________________________________
Â
“Kenapa Perunggu, karena hidup mah ga harus selalu jadi nomer satu, jadi nomer tiga juga gapapa yang penting udah masuk podium. Jadi ga ngoyo gitu lah sama kehidupan ini.â€
____________________________________________________________
Pertanyaan klise: Kenapa menamakan trio indie-rock ini sebagai Perunggu? Kenapa tidak perak atau emas? Hahaha..
Â
Nando Maulana: Kalo jawaban gue sih karena gue udah kebayang font type set nya tulisan Perunggu kaya gimana. Di Google search juga itungannya masih aman. Plus enak juga buat diucapin.. Hahaha.. Untuk jawaban yang rada-rada filosofis nya monggo Adam dan Ildo..
Adam: Waktu itu sempat bingung juga mau namain apa, terus dari masing-masing kami keluarin ide lah. Nah kalo Perunggu itu dari Maul awalnya tapi entah kenapa pas dari awal disebut gue pribadi pun langsung aminin gitu.Â
Kalo mau filosofis dikit mah yah hidup mah ga harus selalu jadi nomer satu jadi nomer tiga juga gapapa yang penting udah masuk podium. Jadi ga ngoyo gitu lah sama kehidupan ini. Terus hal lain nih (belum pernah ngomong juga sebetulnya) gue pribadi pas dibilang kata Perunggu itu kerasanya kaya merepresentasikan warna dari musik yang kami mainkan.
Nando Maulana: Wah iya juga ya… dipikir-pikir benar juga.
Ildo: Hahaha, sebenarnya pas di awal Maul suggest Perunggu, kalau gw pribadi langsung relate aja sama namanya. Gak perlu selalu pushing hard buat jadi nomor 1 lah intinya. Sama kaya awal terbentuknya band ini, kita juga gak ada ekspektasi buat band ini mau dibawa kemana. Pure senang-senang pulang kantor.
Adam: Top of mind gue pas lu pertama kali ngomong ini sebetulnya “warna perungguâ€.
Nando: Nah iya bener. Somehow kami suka banget sama konsep being underdogs gitu.. jadinya cuma ngajuin 1 nama langsung nancep. Dan baru dinamakan Perunggu juga seinget gue pas udah masuk studio buat rekaman EP ‘Pendar’ kan ya? Jadi sempet lama tuh group Whatsapp kami namanya masih “Ben-Benan”..
Adam: Pas tengah-tengah rekaman malah, inget dikirim bouncingan dari studio masih nama ngasal awal dulu..
Nando Maulana: Oh iya bener..
Lalu apa saja referensi bermusik masing-masing personil? Saya mendengar pengaruh Death Cab For Cutie, Band of Horses dan Silversun Pickups di lagu-lagu kalian..Â
Nando Maulana: Yoi pas pisan! Jawaban klise: Kami nih itungannya cukup geek dan dengerin buwanyak banget musik. Apapun jenis suaranya. Tapi memang ada beberapa nama buat gue pribadi yang nempel dan mempengaruhi untuk main gitar dan nyanyi.. Buat yang kerasa hint nya di Perunggu sih mungkin ya Death Cab jelas, selain itu ya At The Drive-In, Jimmy Eat World, Sheila on 7, Teenage Wrist, Title Fight, Silversun Pickups ada dikit-dikit hehehe. Oh iya dan Vincent Vega. Tambahan, kalo buat nulis lirik gue kepapar banget sama Jeff Tweedy nya Wilco, Ben Gibbard nya DCFC, Elliott Smith, sama Jeff Buckley. Gaya bertutur nya ringan agak kikuk tapi straightforward. Agak aneh mengingat si Perunggu kan so far lirik lagunya bahasa indonesia, jadi gue nyontek gaya bertutur nama-nama diatas, dicampur sama baca-baca buku sastra indo baru.. Dari Budi Darma, Eka Kurniawan, sampai Leila S. Chudori.
Ildo: Kalau referensi musik Perunggu sih lumayan beragam. Tapi gw pribadi, untuk drumming style banyak banget terpengaruh sama Pat Wilson (Weezer), Brian Chase (YYYs), sama Jason McGerr (DCFC).
Adam: Kalo ditanya referensi musik yang kami dengar sebetulnya beragam banget-banget jadi bingung juga kalo ditanya spesifik buat Perunggu. Bentar buka spotify dulu hahaha.. Ok setelah buka-buka Spotify ternyata yang gue dengerin belakangan pas mulai Perunggu itu QOTSA, Bloc Party, Jimmy Eat World, DCFC, RHCP dan tentu saja om Colin Greenwood Radiohead. Gue adore banget sih doi tuh kek jadi “Lem†dari ke-chaos-an Thom, Jonny dan lain-lain..
Saya menemukan Perunggu dari referensi teman-teman pas kalian merilis single ‘Biang Lara’. Coba ceritakan sedikit mengenai proses pembuatan dan recording lagu tersebut.. Lagu itu fresh banget buat saya, karena jujur lagi bosen dengerin musik baru sekarang-sekarang ini..
Adam: Nuhun pisan! Ini salah satu lagu yang ga kami beri perhatian lebih pada saat penggarapannya, kaya bener-bener selewat aja gitu malah awalnya. Tapi seiring berjalannya waktu rekaman dan mulai nambah ini itu, mixing kemudian mastering. Walah kok malah jadi enak banget ya hahaha. Intinya ga mikir banget waktu bikinnya, yang lewat di otak aja pada saat itu.
Ildo: Waduh makasih mas. Seneng banget dengernya. Sebenar-benarnya Biang Lara ini tuh di awal-awal jadi salah satu lagu underdog kita. Gak masuk barisan buat jadi single malahan. Secara blueprint lagu ini tuh straight forward Pop aja. Pas workshop pun kita ngulik lagu ini pun selewatnya aja (sampai hari H rekaman belum tau pattern drum nya mesti bagaimana). Tapi entah gimana kelar rekaman lagunya jadi berubah lumayan drastis. Terus kita sempet kasih denger juga ke kerabat dekat dan mereka pun pada suka. Akhirnya mah lagu yang tadinya gak masuk top tier malah jadi single pertama haha..
Nando Maulana: Wah makasih banget!! Seneng dengernya. Mengamini jawabannya Ildo sama Adam diatas. Dan lucunya ya saking kami suka sama konsep underdog, sampai lagu underdog malah yang “diem-diem minta” dijadikan single perdana. Bener..
Ildo: Nah Memang kadang yang tidak di expect suka dateng sendiri kalau ikhlas dan tawakal wkwkw..
Nando Maulana: Nambahin lagi, jadi inget juga dulu waktu gue ngeshare draft lagu nya ke Adam sama Ildo (‘Biang Lara” ini termasuk lagu-lagu awal yang mengisi folder demo album) – gue sempet ngerasa nggak pede buat nge share. Karena nggak kebayang nantinya bakal diapain. Polos lagu manis aja gitu. Tapi pas udah masuk studio emang ini lagu paling drastis pertumbuhannya. Kami bertiga pun masih suka bingung respon orang-orang bisa sebegitunya, mengingat lagu ini justru dulu sama sekali ga masuk shortlist yang bakal jadi single.
Kenapa video klip ‘Biang Lara’ menggunakan format video vertikal ala Insta story? Unik dan keren konsepnya! Tema apa yang mau kalian tampilkan dengan video ini?
Nando Maulana Ibrahim: Silahkan pak sutradara Adam..
Adam: Wehewehe terima kasih Mas! Debut jadi Sutradara ini. Karena relate sama kondisi sekarang aja sih awalnya, rata-rata orang Indo menghabiskan waktu sekarang lebih banyak di hape, segala macam bisa kita lakukan di hape. Yaudah sekalian aja bikin yang ukurannya kaya layar hape biar yang nontonnya juga ga ribet. Nah terus kalo soal ceritanya, nyambung sama liriknya, gue menginterpretasikan bahwa ‘Biang Lara’ ini seperti siklus kehidupan, jadi klip nya memperlihatkan keseharian kami mulai dari bangun tidur-sarapan-kerja-main sama keluarga- dan diakhiri dengan ngeband di studio. Sekalian perkenalan juga lah ahaha. intinya enjoyin aja hidup mah..
____________________________________________________________
Â
“Emang ga ada yang bisa ngalahin main musik bareng di 1 ruangan sambil liat-liatan langsung sih.â€
____________________________________________________________
Bagaimana rasanya aktif ngeband disaat pandemi? Tidak bisa banyak manggung, tidak bisa showcase dan launching album dan juga mungkin jarang bertemu ya?
Ildo: Yang ke impact banget juga mah selain gak bisa manggung dan latihan, proses produksi album juga sempet kesendat gara-gara personil dan team produksi gantian kena covid waktu itu. Harapannya sih album kelar pas juga dengan pandemi kelar, jadi bisa lanjut showcase manggung offline.
Adam: Amiin banget..
Nando Maulana: Iya sedih nya kangen banget manggung sih. Pengen banget mainin musik kami didepan banyak orang terus ngeliat reaksi langsung. Ga pengen ngarep juga buat bisa manggung secepatnya. cuma ya kita nya pengen nyiapin diri juga once udah aman buat manggung momen nya pas buat kita sambil ngenalin lagu-lagu baru dari upcoming album. Selama pandemi lumayan bikin proses bikin album jadi agak beda. Karena bingung dirumah mau ngapain, folder demo jadi cepet banget penuh keisi karena dikit-dikit bikin lagu tuker-tukeran file. Pas juga tepat sebelum pandemi, Adam lanjut mengambil master di UK. jadinya kalo ga pandemi pun bakal ketemu situasi serupa kali ya, kirim-kiriman file. Beda sama EP Pendar yang lagunya pure hasil jamming. Urusan ketemuan jadinya diakalin sama zoom aja. Dan mostly pas zoom call pun catch up keadaan masing-masing. Ngomongin musiknya mungkin 20% nya hahaha.
Adam: Sedih sih lumayan ga bisa manggung tuh. Tapi yang kami lakukan di masa pandemi yang ga jelas ini ngeband dan rekaman segala macemnya malah jadi sebuah aktivitas biar tetep waras sih hahaha!
Nando Maulana: Dan pas Adam baru banget pulang ke Jakarta di bulan September, kami sempetin workshop dulu 3x lumayan intens buat matengin si lagu-lagunya. Langsung pada kebentuk banget enak sih hampir semua lagunya. Emang ga ada yang bisa ngalahin main musik bareng di 1 ruangan sambil liat-liatan langsung sih.
Waduh sama nih kasusnya sama band saya (Nearcrush) sama Rembo. Bikin album dari rumah masing-masing jadinya. Band rumahan hahaha!
Nando Maulana: Bagus banget by the way albumnya Mas! Saya suka lirik-liriknya terutama hehehe.
Adam: Wah iya Nearcrush, video liriknya bodor eta pake hape jadul kepikiran hehe..
Apakah kalian para pedal geeks? Coba ceritakan sedikit masing-masing rig instrumen, efek, ampli, drum set, dan lain-lain yang digunakan saat buat lagu, rekaman atau manggung apa saja? Tone gitarnya ‘Biang Lara’ tone ‘mahal’ tuh hehe..
Â
Â
Ildo: Kalau drum di rumah mah cuma ada electric. Gak ada tempat buat naro drum beneran hehe. Kalau pas rekaman Alhamdulillah dapet pinjeman drum DW dari mas Konde ex Samsons. Cymbals dari dulu masih setia sama Zildjian hehe.
Â
Adam: Maul tuh pedal geeks, haha, gue mah ga terlalu. Dulu sempet tapi dah dijual-jualin. Sekarang mah rely sama efek modern aja pake Line6 HX stomp. Nah kalo pas rekaman album kemarin karena biar ga bosen juga setiap lagunya gue pengen karakter bass nya beda-beda jadilah pinjam sana sini alhamdulillah dapet mulai dari Jazz Bass, Precision Bass, Jaguar, Mustang, Musicman even Stu Hamm signature juga. Tapi kalo yang pribadi pake cuma jaguar + Line6 HX stomp sudah cukup banget buat live juga. Lagi nyari Precision Bass sebetulnya siapa tau mas Aldy ada temen yang mau jual hehe..
Ildo: Oh yg lumayan variatif pas rekaman sih snare drums nya. Snare utama ada Ludwig supraphonic. Terus produser (Deva) juga ngasih pinjaman Ludwig Black Beauty, sama Ludwig jadul gak tau seri apaan.
Nando Maulana Ibrahim: Hahahaha. Mahal di ilmu nya mas. Emang konsultasi sama ahli tuh penting banget. Gue biasanya liat pedal based on looks si enclosure nya wkwkwk. Pas tone-shaping buat album emang bener-bener digodok via diskusi sama nama-nama diatas. produser kami (Deva & Dennis) juga cukup nitty gritty-an urusan ini. Hahaha saya sih emang doyan banget ngepoin gear-gear. bisa dibilang cukup geek, tapi ngga pernah segitu pede buat investing beli alat-alat dan hoarding sebanyak banyaknya, dan biasanya saya ngobrol konsul sama Rambo (Nearcrush) juga urusan ini. Suhu saya dari jaman masih main band di bandung 6-7 tahun lalu. Selain sama Rambo saya juga ngobrol banyak sama Ano (chief engineer album kami nanti), Wiku (Alpha Mortal Foxtrot) dan Nandie (Dried Cassava/Lamusika Store). Mereka-mereka tuh pure geeks urusan pedals, amps, dan guitars.
Tapi ya sejak ngeband lagi sama Perunggu, akhirnya gue jadi ngerasa layak buat collect alat-alat seperlunya karena ada kebutuhan buat bikin lagu dan rekaman. set buat manggung sih ngejar praktis dan tinggal colok. signal chain nya:
Â
Fender Jazzmaster JM66 jepang taun 96 (gitar ini sempet nangkring di Rambo juga lama. ujung-ujungnya nyampe ke saya setelah lewat 2-3 orang lain. kocak) –> Kemper Stage.
Kalo pas di studio baru lumayan BM dan ambisius. Gitar yang dipake:
– Fender Jazzmaster JM 66
– Fender Jazzmaster US 2012
– Fender Telecaster Mexico 2002
– Epiphone Sheraton (pinjem punya Adam)
– Gibson SG Classic with Bigsby
– Nash Jazzmaster
– Danelectro ’57
– Gibson Custom acoustic
Â
(4 gitar terakhir itu pinjem dari Ano dan Wiku)
Untuk pedals nya yang kepake banget di album:
– Xotic SP Compressor
– HBE Power Screamer Overdrive
– EHX BigMuff Pi yang military green edisi baru
– DOD Rubberneck Analog Delay
– GFI System Specular Tempus
– Anasounds Phase Lag
Ampli selama rekaman pake:
– Hiwatt Custom Little D
– VOX AC15
Â
Ampli juga pinjem punya Wiku sama Ano.
Kenapa memilih menggunakan lirik berbahasa Indonesia? Jujur membuat lirik Indonesia itu sulit sekali buat saya dan kawan-kawan..
Nando Maulana Ibrahim: Ini juga langkah nekat sebenarnya. Saya pribadi baru pede mulai nulis pake bahasa indonesia bahkan ya pas nulis EP Pendar. keterusan sampe bikin album. Kenapanya sih karena tema lagunya emang lebih “nyampe” ternyata kalo pake bahasa indonesia. secara konteks ada hal-hal yang agak sulit kalo di inggris-in dan kami ga pengen maksain juga. Sama ya gue sukanya bahasa indonesia tuh somehow lebih romantis aja. Pengucapannya juga enak banget buat ditekuk-tekuk pas dinyanyiin. Dan ternyata ya si lagu-lagu yang kami tulis sejauh ini memang entah kenapa cocok banget dipakein lirik bahasa indonesia. Saya ga bisa bayangin ‘Biang Lara’ jadi “Source of Painâ€, atau ‘Jenuh Kan Kutelan’ jadi “I’ll Swallow the Boredom†hahahaha. Tapi penasaran sih Mas, so far dari dirimu ada tanggapan apa ngga perihal lirik-lirik nya kami?
Bagus mas lirik-liriknya, lugas, ada romantisme tapi gak cheesy sama sekali seperti lagu-lagu pop lokal lainnya. Saya harus belajar sama mas nih bikin lirik Indonesia haha..
Nando Maulana Ibrahim: Waduh hahaha hatur nuhun! Saya juga masih belajar banget ini…
Apa yang kalian rasakan dengan masih bisa nya bermain band setelah berkeluarga, pulang kantor dan tetap masih bisa menawarkan youthful energy dalam setiap lagu-lagu nya?
Â
Adam: Seneng banget, lebih tepatnya kalo gue pribadi ga akan mau ngelepasin musik dari kehidupan gue, jadi ya pengen tetap disini sampai kapanpun karena ini salah satu pelepasan energi-energi dari rutinitas lainnya (kerja kantoran) biar tetap waras hahaha. Termasuk nonton konser (kalo uda bisa hehe).
Ildo: Kami pada dasarnya emang cinta banget sama musik dan dari dulu seneng main musik. Walaupun ada kesibukan lain pun suka masih disempet-sempetin buat bermusik. Dan makin tua pun gw rasa kita makin jago atur waktu ya, jadi lebih paham apa yang perlu diprioritaskan dalam hidup. Dan Alhamdulillah nya musik selalu bisa jadi channel buat refreshing dan berkarya bukannya jadi beban. Harapannya semoga bisa bermusik terus sampe tua sih.
Nando Maulana Ibrahim: Seneng banget. Gue pribadi bisa bilang kalo emang si Perunggu ini mah emang ‘meant to be’ aja gitu. Kami bertiga tuh ga gitu kenal deket-deket amat sampai pas pertama kali jamming pun masih canggung. Tapi ya kami bertiga lagi ada di fase hidup yang kurang lebih sama, dengerin musik yang kurang lebih sama juga, dan punya pandangan yang sama juga gitu bahwa main musik tuh pada khitahnya harusnya seneng-seneng. Makanya nggak begitu ambisius harus laku atau gimana gitu. Cuma ya balik lagi karena kami secinta itu sama musik, pas bikin lagu dan produksi rilisan kami tau kalau bikinnya harus bagus banget. Harus bisa dibanggain minimal sama diri sendiri. Namanya cinta sama format karyanya, jadinya ya harus di present selayak mungkin. Jadi ya kayaknya si ‘youthful energy’ nya mungkin hasil energi seneng-seneng yang tembus dari si lagu nya kali ya. Dan ya gue sih bersyukur banget bisa main musik sama Perunggu. Ideal banget. Lucunya ya kami pun dulu sempet ada di fase udahan aktif ngeband dan jual-jualin alat. Eh pas ketemuan bertiga langsung ibaratnya kayak disuruh “pulang” gitu sama musik. Ngga bisa jauh-jauh. Dan pas pulang dengan kondisi se ideal ini, gue bener-bener bersyukur.
Terakhir nih, masing-masing ada rekomendasi lagu atau album untuk para pembaca JEURNALS?Â
Ildo: Yang lagi didengerin belakangan ini:
1. The Panturas – album ombak banyu asmara
2. Deafheaven – album Infinite Granite
3. Purpla – JKT 24/7
4. Swellow – Sukar
5. Ananda Badudu – Hiruplah Hidup
6. Turnstile – album Glow on
Nando Maulana Ibrahim: Â Bebas lama atau baru kan ya? Hehe.. Album atau EP yang cukup high rotation buat gue belakangan sih:
1. Swellow – Karet EP
2. Satu Per Empat – Pasca Falasi
3. Low – HEY WHAT
4. Cave-In – Antenna
5. Jeremy Enigk – OK Bear
Nah iya nih Turnstile. Anak saya suka banget sama lagu Holiday hahaha
Ildo: Yoi soundtrack pulang dari Bandung kemarin. Anaknya Maul teriak-teriak “Whatttâ€Â Wkwkwk…
Â
Nando Maulana Ibrahim: Ajaib kan.
Â
Adam: Wah udah kasebut semua haha bentar.. Tambahin deh:
Beabadoobee – Fake it Flowers
Wolf Alice – Blue Weekend (seger banget ni album)
Â