Ardo Ardhana banyak berperan dibelakang layar. Mungkin ratusan orang atau band yang menikmati pertunjukan di alternative space bernama Spasial tidak mengenalnya tapi Ardo lah sosok dibalik venue yang cukup ikonik itu. Ardo sekarang disibukkan oleh retail spacenya yang cukup ramai diperbincangkan, yaitu Grammars, sebuah toko unik yang menjual printed matters sampai home decor. Dia juga aktif di Norrm Radio dan brand fashion PPPear sebagai managing director. Mari berbincang dengan Ardo mengenai suka duka nya memanage Spasial, menemukan lokasi di Cihapit sampai majalah-majalah favoritnya.
“Print dan media cetak akan terus berlangsung menurut gue.”
Bisa ceritain ga awal histori lo bikin Grammars itu gimana?
Jadi di 2019 pasca Spasial, kita gak punya ruang. Suatu hari ngelewat bangunan bekas rumah makan Aloha. Kita bertiga lagi sering ngumpul, sama Artiandi dan Zanun. Kita lalu memutuskan bikin toko Stationary, dan udunan juga sama si Gg Nikmat. Ide nya sih berasal dari ruang komersial dan retail, dan jalan sampai sekarang.
Awalnya retail toko buku dan stationery, tapi setelah pengamatan lebih jauh kurang ngangkat. Apa yang menjadikan Grammars unik? Akhirnya kita bikin kategori gimana kalau fashionnya cuma 10%, dari kolektif teman-teman. Dan kita sebut sebagai wearables. Ada lifestyle, aksesoris, home decor, printed matters. Kurang lebih itu kategori utama nya. Cuma kita ada juga program seperti aktivasi launching buku, project presentation itu semua jadi satu paket di toko kita.
Dan kenapa memilih lokasi Cihapit?
Cihapit kan sebenarnya distrik perdagangan cuma sama warga Bandung mungkin sempat terlupakan. Cihapit itu ada 2 patahan, dan patahan tempat kita berlokasi sekarang itu di 2019 – 2020 masih sepi. Saya dan Andi punya memori sendiri ke Cihapit ini, apalagi Zanun yang rumahnya dekat. Jujur pas bkin Grammars kita gak ada benchmark dan referensi, jadi sambil jalan aja.
Tentunya Norrm berangkat dari passion lo terhadap musik. Apa yang ingin lo angkat lewat platform Norrm Radio?
Sebenarnya sebelum ada Spasial dan Grammars, Norrm sudah ada di tahun 2013. Dulu sama Idham dan Nina bertiga. Dulu awalnya platform di website yang ngasih referensi, apa yang kita suka dan apa yang kita ingin orang lain juga tahu. Jadi semacam alternative platform sih. Di Norrm ini juga Artianadi dan Zanun adalah kontributor, mereka kontributor arsitektur dan design. Sempat hiatus pas bikin Spasial, 2016 kita baru jalan lagi dan baru bikin Norrm Radio. Sampai sekarang sudah konstan si Norrm Radio itu, selama 7 tahun sudah sampai ke episode ke 500. Pengen jadi media alternatif aja sih, dan kebetulan core yang paling kuat nya sebagai radio. Networking nya lagi asik dan ada juga line merchandise nya.
Dulu lo me-manage salah satu venue yang cukup ikonik di bandung; Spasial. Apa aja suka duka nya saat lo masih me-manage Spasial?
Suka nya sih di tahun ke 4 kita tutup di kondisi bahagia, bukan karena tuntutan finansial. Bikin event dan return sudah otomatis, community sudah terbentuk. Cuma ya kita gak bisa lagi nempatin lokasi tersebut. Kita punya alat-alat pada waktu itu, internship ada sekitar 120 orang, mereka juga turun untuk bikin event, kita ada EO nya juga untuk event. Secara lokasi sudah mulai dikenal. 400 event kita garap dalam 4 tahun. Duka nya sih sedih karena ga bisa cari tempat lain yang bisa kita occupy seperti Spasial dengan profit seperti itu: high ceiling, parkir luar, lokasi strategis. Bukan sentral tapi Spasial sudah cukup menjadi center untuk event dan workshop. Sekarang banyak juga ruang-ruang alternatif lain seperti coffee shop, IFI, Hallway Space. Jadi tambah seru lah.
Kenapa Spasial berhenti beroperasi? Apa tidak tertarik untuk mencari communal space lagi yang bisa menggantikan kekosongan yang dulu diisi Spasial?
Kita gak diperpanjang kontraknya. Kalau kita kan bikin rusuh terus, tiap minggu bikin event bahkan ada 3 event di satu hari. Sulitnya itu sih, sewanya dulu relatif murah untuk lokasi mewah di Gudang Selatan. Akses juga mudah untuk equipment masuk. Kita udah coba cari dalam setahun dan sampai sekarang belum dapet, ga ada yang bisa mengakomodir kebutuhan kita.
Lo juga terlibat di brand street fashion PPPear ya?
Setelah 2 tahun hiatus, di 2022 baru jalan lagi. Gue terlibat sebagai managing director dan semi creative director. Yang lagi dikerjakan adalah beberapa program untuk tahun 2023, ada kolaborasi dengan beberapa brand dan artis lain yang masih rahasia. Sekarang yang lagi jalan sih sama Norrm yang namanya No More Tears, itu merchandise diluar program radio.
Dulu lo juga tergabung di kolektif Scandal yang berada dibawah manajemen Unkl347. Bisa ceritain beberapa output Scandal dan apakah pengalaman lo di Scandal bisa lo implementasikan di kerjaan lo sekarang?
Beberapa output Scandal dulu adalah bukunya Unkl347 yang Aften Ten Years Friends Call us UNKLE. Kemudian ada semi-book Still Loving Youth yang keluar 3 edisi. Kemudian beberapa pameran seperti Singapore Design Festival. Kalau yang dipakai sampai sekarang sih design approach dan editorial approach nya. Gue juga sempat bikin publishing Else Press yang cuma bertahan 3 tahun dan gue masih ingin berkontribusi di ranah printed matters. Jadi Grammars mengakomodir kebutuhan teman-teman yang berkarir di penerbitan mandiri. Dan alhamdulillah so far seru tanggapan teman-teman, ada Kamboja Press, Binatang Press, Lazy Susan, bisa kita fasilitasi sekarang di Grammars.
Ketertarikan lo terhadap dunia publishing terlihat dari involvement lo di berbagai publikasi seperti buku Unkl347, majalah Still Loving Youth sampai pameran zine yang dulu di Spasial. Apakah menurut mengenai kiasan “Print is dead”?
Print dan media cetak akan terus berlangsung menurut gue. Kalau berbicara makro memang beberapa ada yang shut down lini produksi print secara massal dan beralih ke digital. Tapi untuk di grassroots akan terus berlangsung dengan metoda cetak yang sekarang dimudahkan dengan silkscreen, riso, xerox dan digital printing yang bisa on-demand. Itu aka nterus hidup menurut gue.
Top 5 majalah favorit lo dan kenapa?
1) Rubbish FAMzine
Dari Singapore. Dikerjain sama satu keluarga. Kakaknya art drector, bokap dan nyokapnya juga ikut ngerjain. Approachnya seru, multi format dan dipackage jadi satu bundle.
2) Adbusters
Majalah yang selalu bikin balance dan waras.
3) Lodown Magazine
Referensi pada waktu muda yang ngerubah cara pandang ke terbitan cetak.
4) Trolley Magazine
Sudah pasti tau kenapa…
5) Ripple Magazine
Sama.
Words & Interview by Aldy Kusumah
Photo taken from Ardo’s archives