Setelah beberapa kali berganti formasi, Lose It All kembali dengan “Bentala Sirnaâ€, album ketiga-nya yang memiliki tema-tema lirik yang relevan dengan kehidupan di akhir zaman. Mereka kembali dengan racikan aransmen musik ala groove metal Roadrunner Records tahun 2000an. Sebut saja Machine Head, Prong, Soulfly, Slipknot, bahkan Fear Factory dan A Perfect Circle.
“Saya selalu yakin bahwa revolusi sound itu hanya sebatas pengulangan di setiap dekade dengan pengemasan nya saja yang berbeda.â€
Diantara gelombang baru band-band chaotic hardcore dan metalcore, racikan groove metal 2000an awal kalian terdengar fresh dan cukup stand out untuk tahun 2022. Apa kalian sudah bosan dengan sound band kekinian sehingga memutuskan untuk kembali ke roots dengan album “Bentala Sirna”?
Lucky: Sebenernya kalo bosan sih enggak, cuma kalo semua band bertipikal homogen secara sound dan lainya, apa yang jadi pembeda dalam penyajian kepada audience? Saya selalu yakin bahwa revolusi sound itu hanya sebatas pengulangan di setiap dekade dengan pengemasan nya saja yang berbeda. Secara konsep dan komposisi “Bentala Sirna†memang lebih mempertajam wilayah aransemen dan karakter sound yang lebih low dark agar ada space yang luas untuk komposisi vokal yang lebih berkarakter distorted singing di dalam nya. Tapi disisi lain groove metal era Roadrunner Records memang the best, dimana produser-produser sekaliber Ross Robinson, Andy Sneap dan Colin Richardson berhasil mengemas komposisi sound ke arah yang lebih baik dan juga sangat menginfluence untuk karakter sound masa kini.
Azi: Nambahin, kalo secara genre musik menurut saya berputar terus ya. Ya itu tadi, mungkin bisa dikatakan setiap dekade. Kita ingin melakukan apa yang belum orang lakukan untuk saat ini ya, secara komposisi dan aransemen.
Pengaruh roots hardcore secara personal dari masing-masing personil yang dibawa ke Lose It All?
Azi: Pas penggarapan “Bentala Sirna” saya pribadi dengerin band hardcore nya cuma “Bury Your Dead” aja.
Indrawan: Roots hardcore secara musik mungkin lebih banyak didengarkan ketika awal awal Lose It All dibentuk.
Anggara: Kalo dari sektor vokal lebih mengedepankan karakteristik low tune karena disesuaikan dengan materi album “Bentala Sirna” yang lebih bernuansa dark.
Lucky: Skena Bandung memang tidak bisa dipisahkan dari hardcore/punk dari zaman Saparua sampai massive nya gigs akhir pekan saat ini. Transformasi bermusik pun ikut berkembang dengan melebarkan pasar dan audience sehingga mau tidak mau pengaruh sekecil apa pun masih terasa. Mungkin aransemen band hardcore 2000 an sih yang sound nya sudah mulai modern dan dikemas dengan bantuan produser kala itu yang coba saya masukan ke album “Bentala Sirna” ini.
Rengga: Dari segi aransemen dan tanpa mengindahkan roots hardcore saya benar-benar memfungsikan instrumen bass menjadi basic line pada rhythm section dalam grup.. Ini untuk melengkapi pemakaian frekuensi low pada aransemen album “Bentala Sirnaâ€
“Setiap album sebuah band selalu memiliki parameter dan batasan dalam setiap proses nya. Tapi disisi lain ketidakpuasan itu biasanya menjadi bahan perimeter di album atau band band berikutnya hahaha…â€
Kalau membicarakan Progresivitas band lawas Luckyta, Pitfall, Apakah ada kecenderungan tidak puas ka satu karakter tetap di musik?
Lucky: Sebenarnya saya selalu puas dengan karakter yang dibangun dari band ke band yang pernah saya mainkan. Karena setiap album sebuah band selalu memiliki parameter dan batasan dalam setiap proses nya. Tapi disisi lain ketidakpuasan itu biasanya menjadi bahan perimeter di album atau band band berikutnya hahahaha…
Bisa ceritakan mengenai proses pengumpulan materi sampai rekaman dan jadi album “Bentala Sirna” dari sisi masing-masing personil?
Azi: Kalau mengenai pengumpulan materi, awal nya saya mengajukan 5 lagu yang akan digarap untuk album. Secara konsep dan komposisi, setelah mengajukan tersebut Lucky mengirim 5 lagu untuk di gabungkan. Ada beberapa lagu yang rubah sedikit seperti tempo, beat dan pattern. dan akhirnya terkumpul sampai 15 lagu. Yang dipilih di “Bentala Sirna†hanya 10 lagu. Sisanya mungkin akan di masukan ke projek album selanjutnya. Sebenarnya banyak pro dan kontra juga, terutama di pihak produser pada saat itu kebetulan oleh Toteng Forgotten, implementasi beliau mungkin berbeda dengan personil Lose It All. Sampai beliau berucap “jangan sampai Lose It All mengalami kemunduran dalam segi musik”. Tapi alhamdulilah beberapa demo diberikan kepada beliau berikut dengan isian vokalis yang baru, dan akhir nya beliau baru mengerti maksud nya.
Lucky: “Bentala Sirna†diproses tidak melalui sistem studio jamming, pengumpulan materi lebih kepada personal material (Azi dan Lucky) yang di share kepada member lainnya. Kita coba bikin lagu sebanyak banyaknya yang nantinya di kumpulkan dan di diskusikan bareng dalam pengambilan lagu mana yang sesuai dengan karakter album “Bentala Sirna†ini. Dulu kalau ga salah terkumpul sekitar 15an lagu yang akhirnya dipilih 10 lagu yang sesuai dengan tema dan karakter album “Bentala Sirna†itu sendiri.
Rengga: Dalam Lose It All masing-masing mempunyai peran dan porsinya. Dalam hal pengumpulan materi khususnya album “Bentala Sirnaâ€, penggarapan ide dan bahan materi aransemen awal dimulai dari Azi dan kemudian Luckyta menerjemahkan ide dan gagasan awal Azi ke dalam lirik hingga Visual asset yang akan dipakai di album ini. Kemudian materi yang sudah di rancang diaplikasikan di dalam studio hingga pencarian komponen detail aransemen.
Anggara: Jujur untuk penggarapan materi di album “Bentala Sirna†ini saya belum terlalu banyak berkontribusi baik dari segi penulisan lirik ataupun aransemen vokal karena secara keseluruhan materi sudah jadi dan sudah terima beres hahahaha.. Untuk proses rekaman vokal sendiri merupakan sebuah pengalaman baru walaupun dengan adanya sedikit kendala terkait vokal yang kurang maksimal dan mengharuskan re-take hahaha.. Tapi sejauh ini sangat puas dengan jerih payah yang dihasilkan hehehe..
Cover art nya sangat menarik. Dari mana ide nya menggunakan lukisan Raden Saleh dan ilustrasi ala etching di dalam booklet nya?
Indrawan: Ide konsep awal dari Babap yang menyarankan artwork nya menggunakan lukisan karena di album “Bentala Sirna” Babap menginginkan sesuatu yang berbeda
Rengga: Awalnya saya nggak yakin dengan penggunaan cover Raden Saleh. Bukan karena tidak bagus yaaa.. Tapi terkait Copyright. Tapi setelah mencari informasi dan diyakinkan Luckyta bahwa penggunaan atas karya ini aman atau bisa dipakai karena umurnya sudah lebih dari 100 tahun, akhirnya saya setuju sekaligus bangga dengan penggunaan salah satu karya seni terbaik di Indonesia untuk dijadikan cover album.
Lucky: Proses penggarapan cover “Bentala Sirna†sangat panjang, tapi kurang lebih saat itu Babap pengen front cover dan layout album pengen berupa lukisan realis yang berbau lokal dan penulisan seperti novel atau kitab-kitab tua. Saya sendiri coba untuk membuat lukisan secara digital yang pada akhirnya tidak masuk dalam kriteria yang Babap maksudkan. Lalu Babap memberikan moodboard yang salah satunya adalah lukisan milik Raden Saleh yaitu “Banjir di Jawa†dan “Kapal Karam Dilanda Badai†dan “Kapal Dilanda Badaiâ€. yang kemudian pada akhirnya dipilihlah “Kapal Dilanda Badai†sebagai front cover dan 2 lainnya untuk insert. Kemudian sisipan engraving ala Gustave Dore yang dibentuk dalam suasana lokal menjadi sisipan untuk didalam bookletnya. Alhamdulillah nya, kita gak kena piracy atau kebijakan yang mengharuskan kita membayar, karena lukisan tersebut telah berumur 100 tahun dan sudah di legalkan oleh galeri nasional sebagai pemilik lukisan tersebut. jir panjang oge hahaha..
“Bentala Sirna†diproses tidak melalui sistem studio jamming, pengumpulan materi lebih kepada personal material (Azi dan Lucky) yang di share kepada member lainnya.
Kenapa memilih ‘Flood on Java’ dan ‘Ships on a Stormy Sea’ dari Maestro Raden Saleh untuk di keping CD dan kover? Tema sentral apa yang ingin kalian angkat di album ini?
Lucky: Sebenarnya ketika masih menjadi moodboard pun saya sudah tertarik dengan karakter dari ketiga lukisan tersebut, terlebih “Kapal Karam Dilanda Badai†yang lebih mempresentasikan tentang simbol hilang dan lenyapnya sisi manusia secara hakikat di periode ini dalam balutan sisi industri global yang disangkutkan dalam historical bible 7 deadly sins. Dan secara grafis mungkin lukisan Raden Saleh ini sangat hidup dan bernyawa. Dari objek, warna dan komposisi yang menjadikan simbol dalam album “Bentala Sirna†itu sendiri.
Album-album groove metal & nu metal favorit masing-masing personil apa saja?
Azi: Korn – Untouchables (2002)
Anggara: Slipknot – S/T (1999)
Lucky: Machine Head – Burn My Eyes (1994), Soulfly – S/T (1998) dan Fear Factory – Digimortal (2001) & Obsolete (1998)
Rengga: Soulfly – Primitive (2001)
Indrawan: In Flames – Soundtrack To Your Escape (2004)
“Manufaktur Siwalingga” cukup menarik judul lagu nya. Apa yang ingin kalian sampaikan dari tema lirik lagu itu?
Lucky: “Manufaktur Siwalingga†adalah sebuah idiom dimana nafsu “lust†yang mulai didesentralisasikan dalam berbagai media digital yang berperan dalam masuknya arus industri global di indonesia saat ini. Sehingga banyak nya sisi negatif akibat legalnya industrialisasi nafsu syahwat yang sangat bertentangan dengan budaya Timur.
Lirik berbahasa Inggris lebih mendominasi di album ini. Apakah ada kesulitan yang kalian temui saat membuat lirik Indonesia? Beberapa band dengan lirik Indonesia yang kalian sukai?
Azi: Band dengan lirik Indonesia yang saya pribadi sukai adalah Forgotten
Indrawan: Forgotten dan Balcony
Rengga: Pure Saturday
Anggara: Koil
Lucky: Kalau band saya suka dengan Kantata Takwa yang formasi awal. Sebenarnya penulisan lirik mengalir begitu saja ketika saya mendengarkan instrumen yang telah di kurasi untuk album. Dan tidak ada tuntutan untuk semua berbahasa Indonesia maupun Inggris. kalau kesulitan mungkin selalu ada, baik Inggris maupun Indonesia, terutama dalam mencari kata ganti yang pas, rima dan struktur kata yang pas dengan alunan nada vokal yang ditampilkan.
Words & interview by Aldy Kusumah
Photos by @okintiano