Taruk adalah salah satu band yang aktif berkarya di masa pandemi ini. Kamu pasti sering melihat fonts Taruk dengan typeface-nya yang khas itu mewarnai flyers-flyers gigs lokal. Live set mereka selalu dipenuhi moshpit yang penuh dengan keringat dan canda tawa. Dibalik tema-tema lirik yang gelap, justru Taruk mengajak kalian untuk live life to the fullest dan berdansa dengan kawan-kawanmu di sela canda tawa live set mereka, yang cenderung fun. Mari berbincang lebih dalam dengan para personil Taruk..
“Dari letusan gunung berapi akan terbentuk tanah yang subur. Disrupsi yang terjadi selama pandemi, baik itu di 2020 maupun 2021 diibaratkan gunung berapi yang meletus.“
Halo Taruk! Bisa perkenalkan dulu masing-masing personil dan aktivitas kalian diluar band?
BOBBY: Halo! Saya Bobby sebagai gitaris. Aktivitas di luar band adalah bekerja sebagai content editor di sebuah startup properti, penulis lepas, sekarang lagi membangun kembali media musik lama saya (Surnalisme), main game, sisanya WFH di rumah sama istri.
BOY: Halo. Saya Muhammad Zulyadri, biasa dipanggil ‘Boy’. Saya memegang posisi pemain bass. Aktivitas di luar band: setelah menjalankan usaha yang dirintis sendiri (dan bersama teman) sepanjang 2019-2021, sekarang sedang dalam perjalanan “banting setir” menjadi pekerja kantoran (baca: mencari pekerjaan lagi).
KAREL: Halo nama saya Karel. Saya kebetulan memegang departemen vokal di Taruk. Daily activities saya adalah sebagai kepala barista di salah satu warung kopi di kota Bandung. Selain itu pun saya juga sebagai penulis lepas, membuka jasa rilis pers bagi band-band dan penyiar di salah satu program radio Extreme Moshpit.
ADUL: Saya M.Matin Mahran atau biasa di panggil ‘Adul’. Posisi saya di Taruk main drum. Tidak hanya di Taruk, saya juga bergabung dengan band Grindcore asal Bandung ‘Crackdown’. Di situ saya memainkan instrumen Bass. Aktivitas diluar bermain musik saya juga bekerja di salah satu Clothing lokal Bandung.
2021 mungkin tahun yang sangat buruk, tapi karena banyak yang WFH, karantina dan omong-kosong lainnya, malah bermunculan album-album keren dan semakin produktif nya para seniman/musisi. Bagaimana pendapat kalian mengenai itu?
BOBBY: Karena aksesnya serba terbatas, bisa jadi musisi memiliki banyak waktu untuk ‘berdua’ dengan pikirannya. Alhasil kesunyian tersebut berbuah karya.
BOY: Dari letusan gunung berapi akan terbentuk tanah yang subur. Disrupsi yang terjadi selama pandemi, baik itu di 2020 maupun 2021 diibaratkan gunung berapi yang meletus. Album-album yang keren adalah tumbuhan yang tumbuh subur di tanah bekas letusannya. Intinya: selalu ada sesuatu yang baik dari setiap kejadian. Kita nikmati saja yang baik-baiknya.
KAREL: 2021 adalah tahun terbaik bagi musisi yang gatal membuat karya. Karena situasinya cukup depressed pasti ya, membuat orang-orang menelurkan ide brilian dan tak biasa. Secara komposisi dan produksi, banyak yang tak terduga memiliki kualitas yang hebat, menurut saya.
ADUL: Dikarenakan adanya WFH mungkin banyak musisi/seniman yang bermunculan ide-ide kreatif yang membuat mereka tetap produktif untuk membuat karya.
Lalu apa saja 5 album rekomendasi kalian masing-masing yang kalian repeat di playlist selama 2021?
LUAR
1. Converge – Bloodmoon: I (Bobby)
2. Sgà ile – Ideals & Morality (Debut album dari one-man progressive metal band asal Scotland. Asli keren banget!) (Boy)
3. Enforced – Kill Grid (Adul)
4. SPY – Habitual Offender (Karel)
5. Fiddlehead – Between The Richness (Karel)
LOKAL
1. Muchos Libre – Rock Datang Bulan (Bobby)
2. Mesin Tempur – Serem (Boy)
3. Milledenials – 5 Stages of Doom Romance (Karel)
4. The Brandals – Era Agressor (Adul)
5. Wanderlust – A Glimpse to Death (Karel)
“Bara Dalam Lebam†sendiri jauh dari musik hardcore atau metal tradisional karena ada juga elemen-elemen rock n roll, blackened, speed-metal, punk bahkan surf di lagu “Bertanduk Malam”.
Masing-masing bisa elaborasi sedikit mengenai konsep album ini dan referensi musikal dibaliknya?
BOBBY: Konsep album ini memang eksploratif secara musik, dalam artian benar-benar mencoba segala hal karena value yang kita usung adalah tentang perjalanan hidup. Referensi pribadi saya Converge, Dissection, Black Breath. Lagu “Bertanduk Malam” itu terinspirasi Christian Death dan ingin ngejar post punk, tapi gara-gara lagi gandrung Los Saicos juga pada saat itu, jadi keblinger ini teh post punk apa surf hahaha.
BOY: Referensi pribadi saya berkutat di sekitaran Metalcore seperti While She Sleeps, Of Mice & Men, dan Bad Omens. Mungkin itu yang membuat album ini terdengar eksploratif karena masing-masing band tadi adalah band yang baru-baru ini muncul, jauh dari metal tradisional, dan memang sudah eksploratif dari sananya. Mungkin itulah yang meng-influence saya untuk bertindak eksploratif juga, atau kalau saya lebih suka menyebutnya bertindak ‘naluriah’ dalam mengisi album ini.
KAREL: Di album BDL sendiri ketika proses kreatifnya, kami banyak mengeksplor sound berbeda di style sebelumnya yang sangat Swedish hardcore seperti DS-13. Ketika itu kami lebih banyak mendengarkan oldschool death metal seperti Obituary atau Entombed dan blackened death metal seperti album pertamanya Darkthrone, ‘Soulside Journey’. Dengan gaya vokal saya yang banyak mengambil kurang lebih seperti band-band macam Black Breath, All Pigs Must Die hingga Cursed.
ADUL: Lagu-lagu di album ‘Bara dalam Lebam’ ini mungkin banyak merespon keadaan suasana sekitar dan perjalanan hidup. Karena referensi di masing-masing personil beda-beda jadi kita menggabungkan apa yg kita dengarkan dan kita suka. Referensi saya ketika sedang mengerjakan Album saat itu Dissection, Palm, Bolt Thrower, Downfall of gaia, Mötley Crüe hingga Marilyn Manson.
“Selipan catchy didapatkan ketika saya dan Boy yang dasarnya suka emo atau post hardcore mendengarkan album-album awal dari Thursday dan Funeral For a Friend bahkan saya dan Bobby menyukai hook-hook dari Quicksand dan Jimmy Eat World pastinya. Hahaha.â€
Diluar semua peleburan genre berbeda tersebut, racikan musik kalian tetap terdengar catchy dan akan mengundang pendengar untuk berdansa. Menurut kalian, apakah preferensi kalian pribadi lebih menyukai musik-musik yang catchy seperti Kvelertak atau malah yang sulit dicerna seperti Godspeed! You Black Emperor misalnya? Atau keduanya?
BOBBY: Catchy ada, yang ribetnya ada. Misal yang catchy kayak Converge – All We Love We Live Behind terus Dissection album tahun 1995. Ada juga yang susah dicerna (lebih ke karena lagu-lagunya panjang aja kali ya) kayak Bathuska atau Fall of Efrafa. Selebihnya selalu bawa preferensi musik pribadi yang ga pernah hilang, The Who.
BOY: Kalau saya berdiri di sisi “lebih sering dengerin yang catchy†hehe. Seperti yang saya sebutkan tadi, saya suka While She Sleeps, Of Mice & Men, dan Bad Omens yang menurut saya semuanya terbilang catchy. Saya dengerin yang ribetnya kadang-kadang aja, misalnya apa ya, mungkin Eighteen Visions atau From Ashes Rise.
KAREL: Yep, kadang selipan catchy didapatkan ketika saya dan Boy yang dasarnya suka emo atau post hardcore mendengarkan album-album awal dari Thursday dan Funeral For a Friend bahkan saya dan Bobby menyukai hook-hook dari Quicksand dan Jimmy Eat World pastinya. Hahaha. Ada part yang cocok untuk diselipkan di beberapa materi Bara Dalam Lebam sendiri.
Ngomongin soal artwork, sepertinya dari EP “Sumpal†sampai “Bara Dalam Lebam” benang merahnya sudah ada. Bagaimana proses konsep kedua ilustrasi kover tersebut dan cerita dibalik pemilihan ilustratornya?
BOBBY: Kalau buat EP, awalnya karena Gama Dwisetya, salah satu teman kita, dia bikin artwork gambar tiga sosok bertudung yang kemudian kita bikin jadi kaos. Kemudian kita sekalian minta dia bikin cover EP deh. Karena nama EP Sumpal sih karena namanya “Sumpal”, jadi gambarnya mulut disumpal.
Nah, berbicara soal tiga sosok yang digambar Gama, kita terinspirasi buat membawa tiga sosok tersebut ke artwork album. Nah, artwork album pertama dibuat Indra “Morgg” Wirawan karena saya dan Karel selalu berandai-andai bisa digambarkan oleh beliau yang sudah berpengalaman. Lagian Rajasinga juga favorit kami, jadi kita dapet dua benefit: digambarin artwork album sama musisi favorit hahaha.
Soal tiga sosok ini, saya pribadi menganalogikan tiga sosok tersebut sebagai antitesis dari tiga dewi takdir dalam mitologi Yunani. Di album, ceritanya tiga sosok tersebut membakar patung berhala sebagai penggambaran menghancurkan dogma, rezim, anggapan lama, atau apapun itu. Intinya tiga sosok tersebut hadir untuk melawan takdir dan menentang prinsip kerja alam.
Mungkin nanti album kedua bakal bawa tiga sosok ini lagi, tapi inginnya dikonsep lebih kalem dan reflektif, nggak ada api-apinya kayak album pertama.
Album kalian dirilis oleh Grimloc Records. Apa yang memutuskan kalian untuk merilis dan berkerja-sama dengan Grimloc pada awalnya? Apa saja rilisan-rilisan Grimloc favorit kalian?
BOBBY: Karena kalau saya pribadi suka dengan Grimloc baik dari segi pergerakan, band, konsep, dan sebagainnya. Rilisan favorit juga hampir semua, terutama Ayperos, Bars of Death, Forgotten, dan Krowbar. Rilisan ulang Hark kemarin juga gila sih, langsung beli hehehe.
KAREL: Tidak bisa berbicara jelek. Semua rilisannya bagus-bagus dan intelek isiannya. Benar adanya, seperti membayangkan Dischord Records atau Alternative Tentacles buka ‘cabang’ atau distrik di Bandung hehehe. Rilisan favorit Grimloc saya sejauh ini, yakni Kompilasi ‘Memobilisasi kemuakan’, Krowbar, MV x Doyz, Ametis, Ayperos, Rounder dan remastered ‘Dorr Darr Gelap Communique’ milik Hark Its Crawling Tar-tar yang menjadi heavy rotation hingga saat ini. Paling menanti adalah reissue Balcony dan Full of Hate.
Di file dokumen mengenai lirik yang kalian kirimkan, gue baca mayoritas lirik ditulis oleh BAP dan ada juga oleh ADL. Siapa yang menulis lirik-lirik di album ini? Sejak EP Sumpal kalian juga sudah membuat lagu berbahasa Indonesia. Apa saja kesulitan yang kalian temui dalam menulis lirik Indonesia?
BOBBY: BAP kebetulan saya sendiri, jadi saya sebagian besar penulis liriknya. ADL itu Adul (drummer), dia nulis fondasi utama lirik lagu “Hilang”. Kenapa memilih bahasa Indonesia, karena saya terobsesi bikin lirik yang epik dan megah kayak syair melayu klasik zaman dulu. Kalau kesulitan cenderung nggak ada, lebih ke memerhatikan EYD dan KBBI aja supaya nggak salah tulis.
Beberapa rencana Taruk yang masih tertunda dan belum terealisasikan?
BOBBY: Bikin showcase album, tur luar kota, dan lebih mengaktifkan konten Taruk di ranah video semisal YouTube atau reels.
KAREL: Showcase spesial, membuat rilisan split dengan sahabat kami. Tunggu saja kabarnya. Semoga semesta mendukung.
Interview by Aldy Kusumah
Photos by Taruk’s Archive (Fahmi Ramdhani, Meilda Amdza, & @.z011)