Polyester Embassy sudah berkarya selama hampir 20 tahun. Unit musik asal Bandung ini dengan fluid menggabungkan elemen-elemen terbaik dari noise rock, space-rock, electronica, shoegaze dan tetap memiliki sensibilitas pop yang kuat. Dengan adanya beberapa personil baru dan konsep yang lebih segar, mereka menjanjikan materi-materi baru yang sedang mereka persiapkan akan lebih fresh dan matang. Dengan beberapa materi yang direkam di sebuah villa di pegunungan, mari berbincang dengan Elang, Dissa, Ekky dan Utink mengenai 5 album favorit mereka, kesulitan membuat lirik berbahasa Indonesia dan meng-aransmen lagu via email..
“Mencoba sesuatu yang baru juga kali yah. Biar jadi gen-z aja gitu, bisa recording dimana-mana kan yang angkatan sekarang tuh. Kalau boomer kan masih harus recording di studio rekaman.â€
Halo Polyester Embassy! Apa kabar? Denger-denger baru rilis three-way split album dalam format vinyl ya bersama Muck (Malaysia) dan The Guilt (Singapura)?
Elang: Kabar baik, alhamdulillah. Seperti biasa, proyek kolaborasi ini diawali obrolan ringan di awal pandemic 2020. Sebenernya ide awalnya sebelum pandemic tetapi terpotong oleh pandemi jadi agak lama prosesnya. Dari obrolan ringan saya sama Ducktoi vokalisnya Muck (Malaysia), mereka inisiatornya dan mereka juga yang compile ngumpulin materi-nya. Mereka juga bikin rules-nya kaya kalau bisa ada satu materi yang berbahasa Indonesia atau Melayu, dan selebihnya boleh bahasa Inggris. Tema-nya pas dan materinya juga ada. Disini selain 2 lagu yang dirilis ada satu lagu yang baru bikin pas pandemic. Yang pasti sih rilisan ini kaya reuni pertemanan yah, kita udah kenal lama dengan si Muck ini. Kita pernah tour ke Malaysia dan Muck juga pernah ke Bandung. Kurang lebih kaya bernostalgia dengan karya-karya baru lah.
Dissa: Yang kompilasi soalnya Elang yang kontekan.. Lanjut mas..
EP kalian yang rencana-nya dirilis Disaster Records itu sudah sampai mana progressnya?
Elang: Setengah jalan kali yah? Yang pasti lagu-lagu yang ada di vinyl ini adalah kandidat materi EP juga sih. Dan ditambah beberapa materi yang belum masuk tapi sudah selesai recording. Asalnya cuma 3-4 lagu, sekarang ada rencana untuk menambah lagu jadi total sekitar 6-7 lagu. Ya masih mini album lah. Semoga ga banyak hambatan lagi dan bisa rilis di 2022.
Masing-masing lagi pada sibuk ngapain nih selain di Polyester Embassy?
Dissa: Sibuk untuk keluar dari kantor, karena saya mau resign hihihi…
Utink: Lagi sibuk masak chilli dog, apple crumble dan roti-rotian di Kitchin Bandung hehehe..
Elang: Sibuk merecik aja Tang, otw niis..
Banyak wajah-wajah baru di Polyester Embassy. Untuk yang belum tau, bisa ceritain ga siapa aja personil-personil baru-nya dan apakah sudah menjadi personil tetap atau additional?
Elang: Yang baru itu ada Prama di drum. Dan ada Dissa di synth, bass dan produser materi-materi baru juga. Dissa full start di lagu Parak 2019. Prama (drum) masuk selepas almarhum Givarie. Dan sepertinya akan banyak materi-materi yang bikin bareng Prama juga. Entah Itu full atau tidak tapi ya sudah berkarya bareng aja sih. Full maksudnya personil yah.
Dissa: Alhamdullilah..
Elang: Yarhamukallah..
Dulu sempat lihat recording session kalian yang berlokasi di sebuah villa. Dari mana idenya tiba-tiba memutuskan untuk membuat recording session di villa? Apakah puas dengan hasilnya?
Dissa: Sebetulnya sesimple gimana caranya kita nge-gather ide baru dengan trigger menciptakan suasana yang baru. Karena mostly karya-karya yang dihasilkan dari sekitar kita itu punya lebih banyak impact dari karya yang misalkan dibikin di kota dengan segala macam hiruk-pikuk klakson. Mungkin nantinya Polem terdengar lebih rungsing hehe. Tapi kalau kita record-nya di suasana yang tenang, damai di atas gunung itu akan membikin mood kita lebih kalem dan mungkin dari hasilnya juga cukup terwakili.
Elang: Mencoba sesuatu yang baru juga kali yah. Biar jadi Gen-Z aja gitu Tang, bisa recording dimana-mana kan yang angkatan sekarang tuh. Kalau boomer kan masih harus recording di studio rekaman. Meureun..
“Lagu yang berjudul “Real Time†itu base-nya saya dan Dissa yang bikin. Filenya dikirim-kirim jadi Ekky, Utink dan Prama take di rumah masing-masing dan setor file lagi sampai proses mixing-mastering. Jadi di-aransmen hanya by email aja sebenarnya. Tapi lebih prefer jamming di studio sih. Full amp, emosi dan manusia-nya tuh lebih berasa aja sih kalau gitu.â€
Pada saat membuat lagu baru; Lebih prefer jamming di studio, briefing pake gitar akustik atau kirim-kiriman file?
Dissa: Semuanya!
Utink: Semuanya…
Elang: Jadi lagu yang terakhir dibuat ketika pandemic kemarin (yang masuk ke three-way split album) yang berjudul “Real Time†itu base-nya saya dan Dissa yang bikin. File-nya dikirim-kirim jadi Ekky, Utink dan Prama take dirumah masing-masing dan setor file lagi sampai proses mixing-mastering. Jadi di-aransmen hanya via email aja sebenarnya. Tapi lebih prefer jamming di studio sih. Full amp, emosi dan manusia-nya tuh lebih berasa aja sih kalau gitu.
Di lagu “Parak†kan kalian perdana menggunakan lirik berbahasa Indonesia. Apakah kedepannya Elang akan lebih meng-eksplor bahasa Indonesia dalam lirik-lirik Polyester Embassy?
Elang: Hmmm.. Sepertinya lirik bahasa Indonesia dan Inggris juga akan tetap ada. Ga akan full bahasa Indonesia sih. Belum berani hehehe. Kesulitan-nya karena mungkin kurang dibiasain aja sih menggunakan bahasa Indonesia. Kalau terus dicoba mungkin akan lebih percaya diri kali yah dalam membawakan-nya. Kaya butuh proses lagi, tapi ada beberapa sih lagu bahasa Indonesia yang belum rilis.
“Mostly karya-karya yang dihasilkan dari sekitar kita itu punya lebih banyak impact dari karya yang dibikin di kota dengan segala macam hiruk-pikuk klakson. Mungkin nantinya Polem terdengar lebih rungsing hehe. Tapi kalau kita record-nya di suasana yang tenang, damai di atas gunung itu akan membikin mood kita lebih kalem dan mungkin dari hasilnya juga cukup terwakili.â€
Setelah bermusik hampir 20 tahun bersama Polyester Embassy, apa yang akan lo katakan pada diri lo saat baru memulai Polyester Embassy dulu?
Elang: Lang! Sing santai nya, aman da, goww.. Mungkin saya akan memberitahu diri saya untuk lebih sabar tidak menjual instrumen-instrumen saya yang antik. Nya kitulah Tang, mun bisa dibejaan mah, eta investasi euy, ulah dijarualan, marahal ayeuna hahaha…
Pedal-pedal efek favorit kalian apa saja?
Elang: Eventide H9 hehehe.. Sama overdrive yang saya pake teh apa ya Tink? Lupa merk..
Utink: Oddfellow Caveman overdrive. Kalau saya sih Digitech Whammy 1 dan Source Audio Nemesis delay
Ekky: Meris Polymoon
Pertanyaan terakhir: 5 album favorit kalian yang mempengaruhi musikalitas kalian sampai sekarang ini apa saja?
Elang:
Apparat – Walls (2007)
Blueboy – Unisex (1994)
Sonic Youth – Dirty (1992)
Blur – Modern Life is Rubbish (1993)
Air – 10,000 Hz Legends (2001)
Ekky:
Mansun – Six (1998)
The Cure – Disintegration (1989)
Air -Talkie Walkie (2004)
Nicolas Godin – Concrete & Glass (2020)
Foals – Total Life Forever (2010)
Utink:
Tool – 10,000 Days (2006)
Death Cab For Cutie – Codes and Keys (2011)
Radiohead – Ok Computer (1997)
Queens of the Stone Age – Songs for the Deaf (2002)
Smashing Pumpkins – Mellon Collie and the Infinite Sadness (1995)
Dissa:
Santamonica – Curiouser and Curiouser (2007)
Polyester Embassy – Tragicomedy (2006)
RNRM – Outbox (2007)
The Milo – Photograph (2020)
Efek Rumah Kaca – Efek Rumah Kaca (2001)
Interview by Aldy Kusumah
Photos by Polyester Embassy archive’s