Sound of Metal (Dir. Darius Marder)
Seorang drummer band metal yang kehilangan pendengarannya secara gradual bisa menjadi plot yang sangat menarik dan juga unik tentunya. Sebuah film drama dengan narasi ritmis yang pas. Sound design di film ini patut diacungi jempol, dimana penonton merasakan apa yang dialami karakter utama. Akting Riz Ahmed disini seharusnya mendapat nominasi Oscar. Siapa yang menyangka Riz Ahmed akan terlihat keren memakai kaos GISM, Rudimentary Peni dan Youth of Today?
Â
Â
Â
I’m Thinking of Ending Things (Dir. Charlie Kaufman)Â
Charlie Kaufman sudah menjadi seorang icon sejak dia menulis Being John Malkovich (1999), Adaptation (2002) dan Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004). Sebelum film ini Kaufman juga menjadi director dan menghasilkan 2 film menarik: Synecdoche, New York (2008) dan animasi Anomalisa (2015). Walaupun tidak sempurna, I’m Thinking of Ending Things adalah apa yang akan kamu dapatkan jika melihat isi kepala Kaufman: sesuatu yang meditatif, poetic dan sedikit pretensius. This is 2020’s biggest cinematic headfuck. Try it if you still have the patience for slow-building films that moves in a snail’s pace.
Â
Â
Â
Alone (Dir. John Hyams)
As opossed to boring-ass pretentious arthouse-film, this one keeps you on the edge of your seat all the time. Sebuah directorial debut yang sangat menarik dari John Hyams (Anak Peter Hyams, director film sci-fi klasik Timecop dan Outland). Alone adalah sebuah thriller mengenai seorang serial killer dan mangsanya yang bermain dalam sebuah cat-n-mouse game. Film ini sangat straightforward, simpel dan efektif. Thanks for the damn good time, John Hyams.
Â
Â
Â
Tenet (Dir. Christopher Nolan)
Walau tidak sebagus Insomnia (2002) atau Inception (2010), Tenet cukup menarik perhatian. Secara teknis dan konsep, Nolan memang tidak perlu diragukan lagi. Walaupun John David Washington (Anak Denzel Washington) bermain dengan maksimal, karakter-karakter di film ini terkesan robotik dan kaku, sehingga seorang Kenneth Branagh dan Robert Pattinson pun terlihat seperti karakter latar saja (Lupakanlah Michael Caine disini). Alhasil, secara visual Tenet terlihat seperti film spy ala James Bond, dan terdengar seperti seminar ilmiah yang membahas teori quantum physics. Lupakan saja beberapa loophole yang ada disini, maka kamu akan mendapat film action yang fun. Pastikan saja subtitles kamu tetap menyala…
Â
Â
Â
#Alive (Dir. Cho Il-Hyung)
Sebuah film zombie tentunya akan terasa relevan jika ditonton disaat pandemi. Terjebaknya karakter utama di sebuah apartemen pun membuat mood film ini menjadi sangat klaustrofobik dan intens, karena diluar sana, zombie apocalypse sedang terjadi. Park Shin-Hye tidak saja hanya menjadi pemanis di film ini, melainkan menjadi badass yang mahir menggunakan kampak untuk membunuh zombie dan memiliki skill survival tinggi. Not as fun as Train to Busan, but still a great zombie flick. Lupakanlah Peninsula, #Alive adalah film zombie terbaik di tahun ini.
Â
Â
Â
Palm Springs (Dir. Max Barbakow)
Palm Springs adalah sebuah komedi romantis time-travel ala Groundhog Day-nya Bill Murray, dimana karakter utamanya mengulang hari yang sama setiap harinya. Direksi Max Barbakow yang sangat berwarna menambah unsur fun di film ini. Chemistry yang dimiliki Andy Samberg (Alumni Brooklyn Nine-nine) dan Cristin Milioti (How I Met Your Mother) terasa sangat natural. Dan sepertinya tidak ada yang bisa menolak melihat J.K. Simmons sebagai “antagonis†psikopat di film ini.
Â
Â
Â
On the Rocks (Dir. Sofia Copolla)
Studio A24 kembali memberikan film yang menarik. Sebuah reuni yang ditunggu-tunggu untuk Sofia Copolla dan Bill Murray sejak Lost in Translation (Lupakanlah A Very Murray’s Christmas). On the Rocks adalah sebuah drama-komedi screwball mengenai midlife crisis yang diperankan dengan chemistry yang sangat baik oleh Rashida Jones dan Bill Murray sebagai anak dan ayahnya. Yep, ini adalah “spiritual sequel†untuk Lost in Translation, minus soundtrack membius dari Kevin Shields, yang digantikan oleh Phoenix.
Â
Â
Â
The Devil All the Time (Dir. Antonio Campos)
Sebuah gothic-noir mengenai kekejaman yang mengalir deras di beberapa generasi, The Devil All the Time adalah sebuah bleak high level filmaking. Lihatlah karakter-karakter di film ini: pasangan serial killers, pastur pedofil, seorang ayah dengan mental illness dan sheriff yang korup. Ensemble cast yang menarik dari Spiderman (Tom Holland), Winter Soldier (Sebastian Stan) sampai Batman (Robert Pattinson) ada disini. Sebuah cerita epik mengenai instant karma, tradisi kekejaman dan fanatisme kepercayaan. This is not for everyone, but bravo Antonio Campos!
Â
Â
Â
First Cow (Dir. Kelly Reichardt)
Kelly Reichardt kembali ke teritori familiarnya dengan First Cow, setelah sebelumnya membuat Meek’s Cutoff (2010). Kombinasi dari setting pedalaman Oregon, narasi yang simpel dan sinematografi yang minimalis adalah ciri khas Kelly Reichardt. Uniknya, western-drama ini tidak menempatkan seorang koboy jago tembak sebagai karakter utamanya, melainkan seorang chef pastry dan temannya, outlaw imigran dari Tionghoa yang diperankan dengan baik oleh Orion Lee. Oh ya, ada cameo Stephen Malkmus dari band Pavement juga di film ini.
Â
Â
Â
The Invisible Man (Dir. Leigh. Wannell)
Setelah membuat horror cyberpunk yang fantastis dengan Upgrade (2018), Leigh Wannell kembali dengan The invisible Man. Film ini adalah sebuah horror sci-fi yang menggunakan tokoh Invisible Man, yang diambil dari karakter-karakter klasik Universal Studios (Werewolf, Dracula, Frankenstein, Merman, etc). Dikemas dengan lebih modern, Leigh Wanell berhasil mengadaptasi karakter dari novel karya H.G. Wells menjadi suatu pengalaman sinematik yang menyenangkan. Kejeniusan Leigh Wannell dalam memberi ruang-ruang kosong di setiap komposisi shotnya membuat seolah-olah karakter utama serasa diawasi dan diikuti oleh pembunuh yang tidak terlihat ini. This film really puts the FUN in Funeral.
Â
Â
Â
Mank (Dir. David Fincher)
Coen bersaudara sudah membuat film seperti ini dengan Barton Fink di tahun 1991 dengan pendekatan yang lebih komedi. Mank bercerita mengenai Herman J. Mankiewicz, seorang penulis skrip film alkoholik (Diperankan secara brilian oleh Gary Oldman) yang menulis skrip film Citizen Kane (1941), yang dianggap para penggemar film sebagai film terbaik yang pernah dibuat. Setelah nyaman di arena thriller dan horror seperti Alien 3, Seven, Fight Club, Panic Room dan Gone Girl, kali ini David Fincher kembali ke teritori drama biopik seperti yang sudah dia lakukan dengan berhasil dengan The Social Network. Dengan skrip dari Jack Fincher (Almarhum ayah David Fincher), film ini terasa sangat well-written. Untuk departemen soundtrack Fincher kembali menunjuk duo Trent Reznor dan Atticus Ross yang kali ini membuat scoring jazz era Hollywood golden age. Dengan sinematografi hitam putih dan musik latar mono, film ini terasa seperti film yang dirilis di tahun 1940an, dimana poster Mank bisa disandingkan disebelah Casablanca.
Â
Â
Â
Possessor (Dir. Brandon Cronenberg)
David Cronenberg adalah seorang maestro film horror (The Fly, Scanners, Crash), lebih tepatnya subgenre body-horror (Yang juga menjadi pengaruh kental di manga karya Junji Ito atau Akira-nya Katsuhiro Otomo). Kali ini, tongkat estafet maestro body-horror sepertinya layak diberikan kepada anaknya, Brandon Cronenberg. Pada tahun 2012 Brandon membuat horror sci-fi dengan Antiviral yang cukup sadis dan impresif, dan kini dia kembali dengan sebuah film ultra-gore berjudul Possessor, yang bercerita mengenai seorang pembunuh bayaran yang bisa menguasai pikiran orang lain menggunakan implant pada otak. Visual yang tajam, scoring musik dingin dan sinematografi yang presisi mendukung atmosfir haunting dan gore yang mungkin akan membuat ngilu sebagian penoton.
The Cronenberg genes are strong in this one.
Â
Â
Honorable mentions:
Da 5 Bloods (Dir. Spike Lee) Swallow (Dir. Carlo Mirabella-Davis) Nomadland (Dir. Chloé Zhao)
The Assistant (Dir. Kitty Green)
The Trial of the Chicago 7 (Dir. Aaron Sorkin) Saint Maud (Dir. Rose Glass)
Borat Subsequent Moviefilm (Dir. Jason Woliner) His House (Dir. Remi Weekes)
Metamorphosis (Dir. Kim Hong-Sun) Minari (Dir. Lee Isaac Chung)